Liputan6.com, Jakarta - Kejadian salah tulis dalam mengeluarkan putusan mewarnai berdirinya Mahkamah Agung (MA). Setidaknya, kejadian salah tulis tidak sekali terjadi di Mahkamah Agung tersebut.
Yang terbaru adalah uji materi beberapa anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terkait masa jabatan pimpinan. Putusan MA itu pun berujung kisruh saat paripurna DPD.
Advertisement
Dalam putusannya terkait gugatan uji materi Tata Tertib DPD Nomor 1 Tahun 2016 dan Tata Tertib DPD Nomor 1 Tahun 2017, MA mengembalikan masa jabatan Pimpinan DPD menjadi lima tahun.
Namun, dalam amar putusan MA tersebut terjadi kesalahan penulisan. Dalam perkara Nomor 20 P HUM/2017 terdapat kesalahan di amar Nomor 3 yang berbunyi:
Memerintahkan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk mencabut Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tanggal 21 Februari 2017 tentang Tata Tertib.
Padahal objek yang diujimaterikan ke MA adalah tata tertib DPD.
Yayasan Supersemar
Kejadian salah tulis kedua terjadi pada 2013. Yakni saat MA memutuskan kasus perdata terkait Yayasan Beasiswa Supersemar.
Permasalahan muncul ketika Kejaksaan Agung (Kejagung) akan mengeksekusi putusan MA dalam kasus perdata tersebut.
Dalam putusan MA disebutkan, yayasan milik mantan Presiden Soeharto itu diharuskan membayar kepada negara US$ 315 juta atau sekitar Rp 3,15 triliun dan Rp 139,2 miliar. Namun, MA menuliskannya hanya Rp 139,2 juta.
Ketua MA Hatta Ali mengakui kesalahan dalam penulisan tersebut. Namun, ia memastikan, tidak ada yang salah dalam amar putusan kasasi itu.
"Ya, itu kan hanya salah ketik. Di pertimbangan benar. Tidak ada perbedaan di pertimbangan dan amar, cuma salah angka saja," kata Hatta di Gedung Kementerian Hukum dan HAM, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu 24 Juli 2013.
Bahkan ia mengatakan, kesalahan yang dilakukan lembaganya juga pernah dilakukan instansi pemerintah lainnya. "Semua instansi kan ada salah ketik. Lagi pula Jaksa sedang ajukan PK untuk kasus itu kan," kilah Ketua MA Hatta.
Advertisement