Liputan6.com, Jakarta - Mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat Anas Urbaningrum membantah terlibat dalam kasus korupsi e-KTP. Meski dalam dakwaan terhadap Irman dan Sugiharto sudah tertuang Anas menerima aliran dana sebesar Rp 574,2 miliar rupiah.
Anas pun menantang PPATK untuk menelusuri aliran dana proyek yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.
Advertisement
"Saya minta PPATK menelusuri dari mana, diserahkan kapan. Dengan begitu akan lebih jelas," ucap Anas di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (6/4/2017).
Anas juga disebut oleh Muhammad Nazaruddin menerima uang Rp 500 miliar untuk kongres pemenangan Anas menjadi Ketua Umum Partai Demokrat. Lagi-lagi, Anas meminta majelis hakim untuk membongkar aliran dana lewat PPATK.
"Kalau kerugian besar, saya setuju dilacak, dibantu PPATK, karena uang sebesar itu tidak ditaruh di bantal," kata Anas.
Anas juga mengklaim tak pernah bertemu dengan Setya Novanto, Muhammad Nazaruddin dan tersangka e-KTP, Andi Agustinus alias Andi Narogong. Anas juga membantah pernah bertemu dengan Irman berkaitan dengan korupsi e-KTP.
"Saya sekali lagi tidak ada, ini saya tidak tahu ini fiksi, fantasi atau fitnah kalau terkait dengan saya. Kalau terkait dengan yang lain saya tidak tahu. Jika pertemuan itu ada, saya pastikan tidak ada di situ," tegas Anas.
Dalam kasus korupsi e-KTP, KPK telah menetapkan empat tersangka. Mereka adalah Irman dan Sugiharto. Irman merupakan mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sementara Sugiharto, mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Dukcapil Kemendagri.
Selain itu, ada juga Andi Narogong. Dia merupakan pihak yang diduga sebagai pemberi suap kepada para anggota DPR dan beberapa pejabat di Kemendagri.
Dan selanjutnya Miryam S Haryani. Politikus Hanura tersebut menjadi tersangka terkait keterangan palsu dalam penyidikan kasus korupsi e-KTP.