Liputan6.com, Jakarta Rumah kontrakan di Jalan Taman Surya 2 B3 Nomor 6 Kelurahan Pegadungan, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat, digerebek jajaran Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri. Ternyata rumah ini digunakan untuk memproduksi salep palsu.
Kasubdit III Direktorat Nakoba Bareskrim Komisaris Besar Hendri Marpaung mengatakan, dari penggerebekan tersebut pihaknya menangkap tiga tersangka, yakni YA alias Jay, UH alias Alex, dan DJ alias Atik. Mereka diduga sudah dua tahun menjalankan bisnis haramnya.
Advertisement
"Dipasarkan kurang lebih antara 1-2 tahun," kata Hendri di lokasi penggerebekan, Jakarta Barat, Kamis (6/4/2017).
Ketiga pelaku diduga mengabaikan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan dalam memproduksi salep. Bahkan, mereka diduga memalsukan kemasan dan stiker merek salep tertentu.
"Tidak ada BPOM, tidak ada surat edarnya tidak ada izin produksinya. Lagi pula kan pabrik aslinya ada di Bekasi," kata Hendri.
Penyidik Direktorat Narkoba Bareskrim Polri menggerebek rumah kontrakan di Jalan Taman Surya 2 B3 No 6 Kelurahan Pegadungan, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat. Rumah itu digunakan sebagai tempat pembuatan salep palsu.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Martinus Sitompul mengatakan, penggerebekan dilakukan pada Kamis 6 April 2017. Dari penggerebekan ini, polisi menyita puluhan ribu lusin salep yang telah dipalsukan.
"Dua puluh ribu lusin produk jadi," ujar Martinus dalam keterangan tertulisnya, Kamis (6/4/2017).
Polisi juga mengamankan barang bukti lainnya yang diduga digunakan untuk membuat salep palsu. Di antaranya satu karung sulfur powder atau belerang, satu dus kamper, satu peel menthol, dua botol cairan pewarna, satu dus hologram palsu salep, enam dus besar kemasan.
Selain itu, empat ikat kardus polos, enam dus besar berisi pot kosong salep, 18 karton kotak kemasan salep, dua mesin mikser, satu timbangan digital besar, tiga panci masak salep, satu set alat ikat kardus, satu kompresor angin.
Akibat kasus dugaan pemalsuan obat ini, pelaku terancam dijerat dengan Undang-Undang 39 Tahun 2009 tentang kesehatan Pasal 196 dan 197, jo UU 20 Tahun 2016 tentang merek, jo UU 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.