Liputan6.com, Jakarta - Geger ular piton memakan manusia di Sulawesi Barat, tepatnya di Desa Salubiro, Mamuju Tengah pada 28 Maret 2017 belum juga reda. Malahan, konflik ular versus manusia semakin memanas di sana.
Tidak hanya itu, perbincangan ular piton memakan manusia, bukan hanya ramai di dalam negeri. Setelah kejadian horor itu, media-media internasional pun membahasnya.
Selama ini desas-desus ular terpanjang di dunia itu memakan manusia dewasa, selalu tersebar tanpa bukti. Karenanya, kasus Akbar, petani sawit korban ular piton di Mamuju Tengah membuat heboh. Sebaran video berisi rekaman saat warga mengeluarkan tubuh korban dengan membelah si ular besar tersebar di mana-mana.
Baca Juga
Advertisement
Piton pemakan Akbar dikenali dengan nama sanca batik karena pola khas sisiknya yang seperti batik. Menjadi salah satu spesies reptil terpanjang di dunia. Dipercaya, sanca batik bisa mencapai 10 meter panjangnya.
Sanca besar memangsa anjing, babi hutan, bahkan sapi. Kadang kala buaya, jika si ular sedang salah perhitungan. Namun, ilmuwan meyakinkan, manusia tidak ada di daftar menu utama mereka.
Karakteristik sanca batik tidak agresif. Lebih suka menunggu mangsa yang menghampiri tempat berburunya. Ia tidak berbisa, tapi lilitannya mampu mematikan dalam beberapa detik. Tapi, sekali lagi, sanca batik, seperti ular piton lainnya, lebih pemalu dan jarang menampakkan diri, apalagi terhadap manusia.
Namun, melihat lokasi terjadinya peristiwa nahas itu, perkebunan sawit, beberapa ahli berpendapat, ada ketimpang tindihan wilayah habitat ular dan manusia, menjadi pemicunya. Tempat biasa si ular berburu, berdampingan dengan tempat manusia bekerja mencari makan pula.
Jika si ular tak juga menemukan buruannya karena alam mereka semakin sempit, dengan keadaan kelaparan parah, bukan tidak mungkin, Akbar yang malang dilahap juga.
Apa pun yang menjadi alasan di balik peristiwa aneh ular piton memakan manusia, warga di sekitar kejadian lebih memilih untuk waspada dan siaga. Bersepakat memusuhi si ular yang diduga mengancam. Awal bulan ini saja, sudah 3 ular piton raksasa dibunuh warga Mamuju, diyakini warga sebagai kawanan ular piton yang memangsa Akbar.
"Ini sepertinya akan terus berlangsung jika semua pihak terkait tidak mencari solusi. Habitat ular piton akan punah, demikian juga warga setempat akan terancam," ujar Anriadi yang juga Ketua Mapala Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar itu.
Menurut dia, ular piton sering muncul di daerah Mamuju karena kondisi hutan yang mulai kritis akibat pembukaan lahan sawit. Lahan sawit hampir menguasai seluruh area hutan yang ada di Sulawesi Barat.
"Kawasan hutan diubah menjadi lahan perkebunan sawit menjadi salah satu faktor kerusakan habitat ular piton dan hewan lainnya yang menggantungkan hidupnya di hutan," terang Anriadi.
Karenanya, kepolisian daerah Sulawesi Barat pun turun tangan mengatasi konflik panas warga dan ular. Untuk meredamnya, Kapolda Sulbar Brigjen Pol Nandang sudah menginstruksikan para Kapolres se-Sulbar untuk berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kehutanan masing-masing. Salah satu yang ditekankan Kapolda adalah imbauan agar masyarakat tetap tenang dan menjalankan aktivitas berkebun seperti biasanya.