Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak ingin memberikan ruang gerak kepada koruptor-koruptor dalam kasus e-KTP. Oleh karena itu, KPK mendalami kasus ini dari sejumlah sisi. Termasuk saat pemeriksaan di Pengadilan Tipikor.
Beberapa waktu lalu, KPK mendalami soal aliran dana dan penganggaran dalam proyek tersebut. Namun, pada sidang keenam dugaan megakorupsi tersebut, Kamis, 6 April 2017, jaksa KPK menghadirkan saksi terkait teknis pembuatan e-KTP.
Advertisement
"Kita tentu membutuhkan keterangan dari pihak-pihak yang memang mengerjakan secara teknis atau memahami persoalan teknis (e-KTP) tersebut. Karena persoalan dalam e-KTP tentu saja bukan hanya pembahasan anggaran," tutur juru bicara KPK Febri Dianyah saat ditemui di Gedung KPK Jakarta Selatan, Kamis, 6 April 2017.
Menurut dia, KPK juga ingin menggali konsep dari pembuatan KTP berbasis eletronik itu.
"Ada hal-hal yang lebih penting ketika kita bicara soal teknis yang lebih lanjut, termasuk juga sebenarnya kita juga menggali secara ideal sebenarnya konsep KTP eletronik itu seperti apa dan itu akan kita dalami lebih lanjut," kata Febri.
Terkait perhitungan adanya indikasi markup dalam kasus e-KTP yang telah merugikan negara RP 2,3 triliun ini, KPK telah meminta kepada BPKP untuk mengauditnya.
"Perhitungan indikasi magrinal up atau yang berujung pada kerugian keuangan negara tentu saja sejak sebelumnya kita sudah minta perhitungan soal audit dari BPKP dan dalam melakukan perhitungan atau audit tersebut, BKPP juga dibantu tim-tim teknis yang memahami secara detail soal e-KTP ini," kata Febri.
Sebelumnya, KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap Dosen tetap ITB Munawar Ahmad. Munawar juga pernah menjadi saksi dalam sidang kasus e-KTP tersebut.
Selain itu, penyidik juga memanggil PNS Badan Pengajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Dwidharma Priyasta, PNS Kemandagri FX Garmaya Sabarling, Tri Sampurno, Gembong Satrio Wibowanto, dan Husni Fahmi.