Liputan6.com, Mogadishu - Presiden Somalia Mohamed Abdullahi Mohamed mendeklarasikan negaranya dalam zona perang dan memerintahkan militer untuk bersiap menghadapi serangan baru dari kelompok al-Shabab.
Pernyataan tersebut disampaikan di tengah memburuknya situasi keamanan pasca-bom mobil yang menewaskan setidaknya 20 orang Rabu waktu setempat.
Mohamed menggunakan seragam militer saat mengumumkan situasi zona perang. Ia juga menawarkan agar anggota kelompok teroris itu menyerahkan.
"Kami beritahukan kepada anak muda yang dicuci otaknya oleh al-Shabab, mereka punya waktu 60 hari untuk meletakkan senjata yang mereka gunakan untuk membunuh rakyat dan datang kepada kami," terang Presiden Mohamed seperti dilansir Al Jazeera, Jumat, (7/4/2017).
Baca Juga
Advertisement
"Kami akan menyambut mereka dengan tangan terbuka," imbuhnya.
Al-Shabab mengecam Presiden Mohamed yang dilantik pada Februari lalu 'murtad' dan meminta agar rakyat Somalia melakukan perlawanan. Sementara itu, pada Kamis waktu setempat, Mohamed dikabarkan mengganti kepala kepolisian, intelijen, dan militer negara itu.
Mohamed menilai, restrukturisasi keamanan dipandang sebagai upaya untuk mengonsolidasikan kekuasaan di negaranya.
Sebelumnya, sekitar sepekan lalu, pemerintahan Donald Trump setuju untuk menjalankan wewenang yang lebih luas dalam melawan kelompok al-Shabab di Somalia, termasuk melakukan serangan udara yang lebih agresif di bagian Somalia selatan.
Kelompok teroris al-Shabab berhasil diusir dari ibu kota negara itu dan sejumlah kota utama lainnya di Somalia oleh pasukan nasional dan multinasional Uni Afrika. Namun mereka masih melanjutkan serangan berupa pengeboman mematikan.
Pasukan keamanan Somalia berada di bawah tekanan untuk meningkatkan kapasitas mereka mengingat kelak mereka akan memikul tanggung jawab untuk mengamankan Somalia pasca-penarikan 22.000 pasukan multinasional Uni Afrika dari negara itu.
Al-Shabab merupakan salah satu dari banyak tantangan yang dihadapi pemerintah Mohamed. Meski disokong bantuan keamanan ratusan juta dolar, sejumlah persoalan masih menghantui negara itu.
Sebut saja soal pembajakan. Sempat vakum beberapa lama, kini pembajakan kapal kembali terjadi di lepas pantai negara itu yang merupakan salah satu rute pelayaran paling penting di dunia.