Kemenhub: Ojek Bisa Diatur di Peraturan Daerah

Kemenhub mengisyaratkan aktivitas ojek sebagai moda transportasi tak bisa masuk dalam UU

oleh Dewi Divianta diperbarui 07 Apr 2017, 15:25 WIB
Pengendara ojek online bersama penumpang melintas di kawasan Terminal Kalideres, Jakarta, Selasa (22/3). Dengan adanya aksi demo angkutan umum di ruas Jakarta penumpang terlantar di sejumlah terminal. (Liputan6.com/Faisal R Syam)

Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan, Sugihardjo menegaskan jika ojek di dalam peraturan perundang-undangan tidak termasuk dalam angkutan umum. Ada tiga hal yang membuat ojek belum masuk dalam angkutan umum dalam undang-undang. Pertama karena faktor ruang yang tak efisien. Selain itu, juga berbiaya mahal dan terkait faktor keamanan.

"Sekitar 70 persen kecelakaan lalu lintas melibatkan kendaraan bermotor," kata Sugihardjo di Nusa Dua, Bali, Jumat (7/4/2017).

Ia mengaku kurang sependapat jika ojek dan Gojek diatur secara resmi dalam undang-undang. ‎"Kalau saya pribadi sebaiknya ojek dan Gojek itu tidak diatur secara resmi dalam undang-undang. Tapi apakah dibiarkan begitu saja, tentu tidak. Ini memang harus diatur. Tapi kalau diakomodir dalam undang-undang akan lebih banyak. Tidak diakomodir secara resmi saja sudah banyak," tutur dia.

Soal pengaturan, Sugiharjo menyebut hal itu sebagai kebijakan daerah. "Pengaturannya itu harus kepada local wisdom. Jadi pemda bersama Dishub dan polisi yang mengatur," sarannya. Ia mengambil contoh andong atau dokar di Yogyakarta. Menurut dia, andong merupakan angkutan umum lantaran harus membayar untuk menaikinya.

‎"Apa itu masuk undang-undang, tidak. Apa itu tidak diatur? Diatur sama Pemda. Misalnya supaya malam hari tidak membahayakan, keretanya pakai reflektor, supaya mobil dan motor yang melintas tahu ada dokar. Kemudian agar tak mengotori lingkungan. Kotorannya dipakai kantong agar tak ke mana-mana," ucapnya.

"Sama juga, ojek itu sebaiknya diatur. Misalnya wilayah operasinya, pengemudinya didata siapa saja atau mungkin pakai jaket atau apa. Silakan diatur berdasarkan local wisdom," ujar Sugihardjo.‎ 

Kehadiran ojek, Sugihardjo menuturkan, merupakan fakta jika angkutan massal belum menjangkau seluruh wilayah. Jikapun menjangkau, jam operasionalnya terbatas. Itulah yang menyebabkan timbulnya jasa angkutan roda dua. "Jadi dia (ojek dan Gojek) sifatnya complement, mengisi pelayanan angkutan umum. Tapi kalau jumlahnya sudah berlebihan kan bukan lagi complement. Justru dia sudah menjadi kompetitor terhadap angkutan umum," ujarnya

Atas kondisi tersebut, ia menilai ada hal mendesak yang harus dilakukan pemerintah. Pemerintah wajib meningkatkan pelayanan angkutan umum baik dari sisi jangkauan wilayah, kualitas layanan, termasuk jam operasionalnya.

"Artinya apa, orang naik taksi atau sewa online itu kan karena tidak ada pilihan. Kalau ada pilihan tidak mungkin karena biayanya mahal. Kalau naik ojek panas kepanasan, hujan kehujanan. Makanya, angkutan umumnya kita perbaiki. Sambil menunggu itu, ini (ojek dan Gojek) kita tata dengan local wisdom," kata Sugihardjo.‎ (Dewi Divianta)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya