Liputan6.com, Jakarta Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan, ada 40 perusahaan pencari migas atau Kontraktror Kontrak Kerjasama (KKKS) yang belum membayar kewajiban ke negara sebesar US$ 350 juta.
Sekretaris SKK Migas Budi Agustyono mengatakan, saat KKKS memenangkan Wilayah Kerja Migas, mereka dikenakan kewajiban membayar bonus tandatangan (signature bonus) dan komitmen kepastian (firm committment).
Advertisement
Namun, menurut Budi ada 40 KKKS yang belum membayar kewajiban tersebut nilanya mencapai US$ 350 juta. Awalnya tunggakan tersebut mencapai US$ 400 juta, tetapi sudah ada yang membayar US$ 50 juta.
"Yang sudah bayar sekitar US$ 50 juta dari sekitar US$ 400 juta," kata Budi, dalam sarasehan jurnalis media 2017, di Serang, Banten, Jumat (7/4/2017).
Menurut Budi, beberapa KKKS asing tersebut telah terminasi kontraknya dalam mengelola wilayah kerja migas, namun seharusnya kewajiban tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum meninggalkan Indonesia. Namun, SKK Migas tidak memiliki hak untuk menagih kewajiban tersebut, karena sudah menjadi wewenang instansi lain.
"Harusnya kan begitu dia pergi harusnya ditanyain kewajibannya gimana. Tapi karena kita enggak punya hak untuk itu," jelas Budi.
SKK Migas selaku kepanjangan tangan pemerintah dalam mengurusi industri hulu migas, telah mengejar KKKS agar membayar tunggakan tersebut. Namun ketika dilacak, keberadaan KKKS bermasalah tersebut tidak ditemukan.
"Upayanya sudah beberapa kali. Orangnya pun di alamat tidak ketemu," tuturnya.
SKK Migas pun telah melakukan berbagai upaya agar kewajiban tersebut dibayar. Pertama, mengumumkan di surat kabar tanpa menyebutkan nama perusahaan, berikutnya kembali melakukan pengumuman dengan menyebutkan nama perusahaan dan melacak dari identitas wajib pajak. Untuk KKKS asing, SKK Migas telah melayangkan surat ke Kedutaan Besar negara asal KKKS.
"Terus kita sudah buat surat ke kedutaan atau nyari siapa nih. Coba lewat wajib pajak," tutup Budi.