Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan kewenangan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dalam membatalkan Peraturan Daerah (Perda). Keputusan ini pun dikhawatirkan menghambat perintah Presiden yang ingin menghapus semua aturan yang menghambat pelayanan dan investasi.
Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi mengatakan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menghormati segala keputusan hukum. Termasuk keputusan MK yang membatalkan kewenangan Mendagri.
Advertisement
"Tentu Presiden menghormati proses termasuk putusan yang berkaitan dengan gugatan kewenangan pencabutan Perda oleh Mahkamah Konstitusi," kata Johan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (7/4/2017).
Dari putusan itu, Johan meyakini ada beberapa kewenangan Kemendagri yang masih bisa dilakukan. Hanya saja, untuk lebih jelas bisa langsung ditanyakan ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo.
"Nah untuk detailnya lebih baik teman-teman menanyakan langsung ke Kemendagri, sejauh mana kewenangan yang dipangkas dan kewengan mana yang bisa dipergunakan," imbuh dia.
Pembatalan Perda dilakukan pemerintah agar pelayanan tidak menjadi semakin ruwet dan menyulitkan investasi. Pemangkasan aturan ini kerap ditegaskan Presiden Jokowi dalam berbagai kesempatan. Terutama, Perda yang bertentangan dengan aturan hukum yang ada di atasnya.
"Ada beberapa yang disampaikan Presiden juga, ada peraturan menteri yang dianggap tidak mendukung proses deregulasi itu, Presiden minta itu dicabut. Kalau permen (peraturan menteri) kan ada di kementerian tersebut," ucap dia.
Putusan MK
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa Menteri Dalam Negeri tidak dapat membatalkan peraturan daerah yang dibuat oleh kepala daerah. Keputusan itu, disampaikan majelis hakil MK dalam sidang uji materi pada Rabu 4 April 2017.
"Mengabulkan permohonan pemohon sepanjang pengujian Pasal 251 ayat 2, ayat 3, dan ayat 8 serta ayat 4 sepanjang frasa pembatalan Perda Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat 2, ditetapkan dengan keputusan gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)," begitu bunyi putusan yang diterbitkan MK.
Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) mengajukan uji materi Pasal 251 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pemohon meminta agar peraturan terkait pembatalan perda yang terdapat dalam Pasal 251 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 itu dibatalkan oleh MK.
Mereka merasa tak ada kepastian hukum dalam Pasal 251, juga bertentangan dengan pembagian trias politika karena hak pembuatan produk perundang-undangan oleh pemerintahan daerah, yang diberikan oleh Pasal 18 ayat 6 UUD 1945 hanya dapat dibatalkan oleh lembaga yudikatif yang diberikan kewenangan untuk membatalkan itu, yakni Mahkamah Agung.
MK memutuskan hal itu berdasarkan pertimbangan bahwa Perda adalah suatu produk hukum yang tak hanya berisi tindaklanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, melainkan berisi pula kekhasan dan kebutuhan lokal dalam rangka otonomi. Perda juga dibentuk oleh Kepala daerah dan DPRD yang keduanya dipilih secara demokratis.
Adapun putusan terebut teregistrasi dengan nomor perkara 137/PUU-XIII/2015.
Advertisement