Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Pandjaitan mengungkapkan adanya usulan dari pemerintah daerah untuk mengelola Taman Nasional Bunaken, Sulawesi Utara. Hal ini dimaksudkan agar dapat menggairahkan ekonomi masyarakat setempat.
"Pak Gubernur Sulawesi Utara sudah melaporkan bagaimana kalau pemerintah daerah saja yang mengelola Bunaken, sehingga di sana dibikin ekonomi kerakyatan, masyarakatnya bisa membangun homestay," kata Luhut usai pertemuan di gedung Sekretariat Regional Coral Triangle Initiative (CTI) Manado, Jumat 07 April 2017.
Advertisement
Luhut memberikan sinyal positif atas permintaan Gubernur Sulut Olly Dondokambey tersebut. Pekan depan, pihaknya akan mengundang Olly bertatap muka dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Pariwisata untuk membahas pengelolaan Bunaken.
"Pertemuan itu untuk membahas berbagai hal sehingga tidak melanggar peraturan perundangan," ujar dia.
Bunaken bukan objek wisata pertama di Indonesia yang ditangani pemerintah daerah. Luhut menyebut ada Pulau Rempang-Galang di Batam memiliki otoritas mandiri. Pulau yang terhubung dengan jembatan itu juga menjadi kawasan ekonomi khusus yang dikelola pemerintah Batam.
Dalam rapat koordinasi di gedung CTI itu, Olly meminta pemerintah pusat menyerahkan kembali tata kelola Bunaken ke pemerintah daerah. Selama ini Bunaken yang terkenal dengan panorama taman lautnya dikendalikan Balai Taman Nasional Bunaken, di bawah Kementrian Lingkungan Hidup dan kehutanan.
"Masyarakat Bunaken akan lebih leluasa melakukan pengembangan perekonomian berbasis kerakyatan lewat kunjungan turis ke objek wisata in, sehingga saatnya Bunaken dikelola oleh daerah," papar Olly.
Keindahan Taman Nasional Bunaken pernah tersohor dan menjadi destinasi wisata nomor wahid di Sulawesi Utara. Taman nasional seluas 89.065 hektare ini, bahkan bersaing dengan Bali, sebagai tempat wisata laut paling indah di Tanah Air.
Namun, itu cerita beberapa tahun lalu. Karena dalam satu dekade belakangan, kondisi Bunaken kian memburuk. "Tarik-menarik kewenangan inilah yang membuat pengelolaan Taman Laut Bunaken menjadi tidak terkoordinasi. Akhirnya, memang mulai tidak terurus," kata Hanny Gamis dari Dewan Pengelola Taman Nasional Bunaken (DPTNB) kepada Liputan6.com baru-baru ini.
Hanny mengungkapkan, hadirnya DPTNB didasari semangat otonomisasi daerah. Di mana beberapa pihak terkait masuk dalam DPTNB yang berdiri pada 2001. Dewan ini terdiri dari unsur masyarakat, pemerintah, termasuk akademisi.
Karena DPTNB terdiri dari para stakeholder daerah, menurut Hanny, dewan ini lebih punya tanggung jawab menjaga kelestarian Bunaken. "Kami merasa memiliki. Karena ini aset daerah yang harus dijaga kelestariannya. Tidak sekadar keuntungan yang dikejar," turut dia.
Hanny menjelaskan, dari sejumlah retribusi seperti cottage, biaya masuk, dan sewa peralatan aktivitas di laut, pendapatan yang diperoleh DPTNB bisa mencapai Rp 1,2 miliar per tahun. "Rp 300 sampai 400 juta disetor ke kas daerah, lainnya untuk operasional DPTNB. Termasuk pengawasan dan pelestarian kawasan konservasi," jelas dia.
Hanny mengungkapkan, DPTNB ketika itu rutin melakukan patroli laut, dan memberikan edukasi kepada warga sekitar terkait larangan penggunaan bom ikan. "Aspek hukum kami lakukan, selain edukasi dan pemberdayaan masyarakat pesisir untuk ikut menjaga Bunaken," ujar pria yang aktif di sejumlah LSM lingkungan ini.
Sayangnya, menurut Hanny, sejak 2014 DPTNB dibubarkan, meski sampai saat ini peraturan daerah terkait pembentukan DPTNB itu belum dicabut. "Untuk pengelolaan Bunaken diserahkan ke Balai Taman Nasional Bunaken, yang merupakan perpanjangan tangan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup," kata dia.
Pegiat lingkungan dari Manado Verico Ngangi juga menyatakan hal yang sama. Pengelolaan Bunaken ini ibarat benang kusut. Terutama tumpang-tindih kewenangan dan tanggungjawab pengelolaan.
"Ini berimbas pada makin rusaknya ekosistem laut dan pantai, serta menurunnya pesona Bunaken," ujar mantan Direktur Yayasan Kelola Manado ini.