Liputan6.com, Semarang - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menilai, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pembatalan kewenangan Menteri Dalam Negeri (mendagri) yang menghapus peraturan-peraturan daerah (Perda) yang dinilai bermasalah, justru mengandung risiko.
"Resikonya, nanti kalau ada perda bermasalah dan digugat nanti prosesnya lama sekali," kata dia di Semarang, Minggu, 9 April 2017 seperti dikutip dari Antara.
Advertisement
Hal tersebut disampaikan Ganjar menanggapi putusan MK yang mengabulkan uji materi UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang diajukan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) dan sejumlah pihak.
Pada Rabu (4/4) MK mengabulkan permohonan Apkasi dan sejumlah pihak mengenai pasal 251 UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan pemohon sepanjang pengujian Pasal 251 ayat (2), ayat (3), dan ayat (8) serta ayat (4). Pasal 251 ayat 1 UU Pemda menyatakan, Perda Provinsi dan peraturan gubernur yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan atau kesusilaan dibatalkan oleh Menteri.
Ganjar mengaku tidak mempermasalahkan pembatalan kewenangan Mendagri terkait dengan perda bermasalah.
"Orang punya 'view' sendiri-sendiri, dalam negara demokrasi tidak bisa semua sepakat," ujar dia.
Menurut Ganjar, dalam sebuah kedewasaan berpolitik, baik politik perundangan maupun politik hukum, segala keputusan ada risikonya.
"Ini (penyusunan perda) menunjukkan kedewasaan politik kita, apakah kemudian sosiologisnya benar, analisis-analisisnya dan filosofisnya benar, apakah regulasinya itu perlu ada atau tidak," kata dia terkait putusan Mahkamah Konsitusi.