Potret Menembus Batas: Sisawah, Negeri Emas Yang Tak Serakah

Kemilau emas tak selalu menyilaukan Penduduk Nagari Sisawah, mereka sadar sungai adalah sumber kehidupan.

oleh Liputan6 diperbarui 10 Apr 2017, 02:40 WIB
Penduduk Nagari Sisawah mendulang emas. (Potret Menembus Batas SCTV)

Liputan6.com, Sijunjung - Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. Ayat ini berulang 31 kali dalam surah Ar Rahman dan membekas dalam lubuk sanubari masyarakat Nagari Sisawah, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat.

Ini tentang negeri yang kaya emas, tetapi menolak eksploitasi serampangan. Tak ada raung mesin, apalagi alat berat.

Kemilau emas tak selalu menyilaukan. Mereka sadar, sungai adalah sumber kehidupan.

Menolak tamak, warga Sisawah mendulang dengan peralatan tradisional. Hanya bermodal sekop dan jae, penampang bundar dari kayu.

Sudi Vebrianton, pria yang biasa disapa Anton ini satu di antara warga yang ikut mengincar peruntungan di Sungai Batang Sumpur.

Mendulang emas sudah menjadi tradisi turun temurun di kawasan ini. Bukan yang utama, di Sisawah mendulang hanya pekerjaan sampingan.

Matahari belum lama beranjak dari peraduan, Anton sudah bersiap. Keseharian yang mesti dilakoni sebagai petani karet, mata pencaharian utama di sini.

Sekali dalam dua hari, bapak dua anak ini menoreh kulit kayu. Berharap getah terus menetes tanpa banyak merengek pada keadaan.

Meski bergelimang emas, Sisawah tak serakah. Karet dan padi tetap jadi sandaran ekonomi di Nagari berpenduduk 3.700 jiwa lebih.

Sungai Batang sumpur menjadi penopang kehidupan masyarakat agraris di Nagari Sisawah. Urat nadi yang dijaga ketat aturan adat.

Berada di zona geologi Bukit Barisan, Anton dan warga paham wilayah ini kaya emas. Pendulang kian banyak saat air tidak terlampau tinggi dan jernih.

Targetnya emas urai yang bersembunyi di dasar sungai. Terangkat bersama Bukit Barisan, gugus urat emas tergerus erosi air dan udara.

Tanpa bantuan bahan kimia, butiran berkilau ini memiliki kandungan emas tinggi.

Emas selalu memancarkan pesona, tetapi jangan samakan dengan Free Port di Papua. Tak ada target, ini hanya tambang kelas sendal jepit.

Sebagai bagian dari sistem adat, pria 41 tahun ini sadar emas bukan semata hak dirinya dan generasi saat ini.

Buncis, istilah ukuran masyarakat setempat untuk sepersepuluh gram, atau 10 buncis sama dengan satu gram emas.

Seluruh warga bebas mendulang emas di sepanjang sungai. Namun hanya saja aturan utama adat jelas, dilarang menggunakan mesin atau alat berat. Hutan lestari, sawah dan ladang tak kesusahan air.

Saksikan video kekayaan emas di Nagari Sisawah dengan kelestariannya yang ditayangkan Potret Menembus Batas, Minggu (9/4/2017) .

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya