Liputan6.com, Jakarta Jumlah cadangan minyak di Indonesia mulai menipis. Di antara negara yang memiliki sumber kekayaan migas, Indonesia berada di urutan ke 26 penyimpan cadangan minyak terbesar.
Direktur Hulu Pertamina, Syamsu Alam mengatakan, 85 persen cadangan minyak terbesar dunia, terdapat di 10 negara. Tertinggi, dimiliki oleh Venezuela sebanyak 301 miliar barel.
Advertisement
Sedangkan Indonesia, kata dia, tercatat hanya 3,6 miliar barrel atau 0,2 persen dari total cadangan dunia. "Total dunia 1.698 milyar barel dan negara kedua penyimpan cadangan minyak terbesar adalah Arab," sebut Syamsu Alam kepada wartawan di Cirebon, Minggu (9/4/2017).
Pertamina saat ini terus berupaya melakukan eksplorasi untuk menemukan cadangan minyak. Dia mengaku terus berupaya konsentrasi dan fokus mengembangkan dan mengeksplorasi titik baru potensi minyak.
Sejauh ini, sebut dia, Pertamina belum mendapat cadangan yang signifikan. Ada 60 titik yang berpotensi terdapat cadangan minyak baru. "Terakhir kami dapat cadangan minyak hanya di Cepu yang lain tidak ada kalaupun ada minyaknyanya tidak sesuai, " sebut dia.
Sementara itu, untuk merealisasikan target produksi 1,9 barel oil equivalen per day (BOEPD) pada 2025 dan mendukung pertumbuhan perekonomian nasional, Pertamina akan menggencarkan akusisi aset Migas di dalam dan di luar Negeri.
Bahkan akuisisi asset dari luar negeri (Overseas) diandalkan mampu menyumbang 33% persen target produksi tersebut. Pertamina juga akan melakukan strategi untuk mengelola blok-blok terminasi.
Saat ini, lanjut dia, Pertamina sedang menyiapkan pengelolaan delapan blok terminasi tahun 2018 yang telah diserahkan pemerintah kepada Pertamina, termasuk di dalamnya Sanga Sanga dan OSES.
Di wilayah domestik, Pertamina akan optimalisasi aset yang dimiliki dengan berbagai proyek, seperti PHE WMO Integration Project, Proyek Pengeboran Parang Nunukan, Proyek Pengeboran Randugunting, Optimalisasi EOR di sumur sumur tua dan lainya. Dia menjelaskan, optimalisasi aset tersebut untuk meningkatkan produksi migas agar target perusahaan di sektor hulu tercapai.
Dari tiga blok yang telah berproduksi, yakni Aljazair, Irak dan Malaysia, Pertamina juga memiliki tambahan dua blok yang sudah berproduksi di Nigeria dan Gabon. "Ada tujuh blok yang dalam tahap eksplorasi antara lain Namibia, Tanzania, Myanmar, Perancis, Italia, Kolombia dan Canada. Jadi sekarang kita bersyukur Pertamina ada di 12 negara,” kata Syamsu Alam.
Dari upaya tersebut, kata dia, pada tahun 2050 Indonesia akan menjadi Negara dengan posisi keempat kondisi perekonomiannya setelah China, Amerika dan India. "Target GDP US$ 15,432 Miliar," sebut dia.
Secara nasional, lanjut dia, sesungguhnya kebutuhan energi nasional jauh lebih dari cukup. Pada 2015 produksi energi nasional 354 ton equivalen minyak, yang terdiri 271 ton batubara dan selebihnya sebanyak 113 ton minyak ,gas dan energi terbarukan.
Dia menuturkan, konsumsi energi sebesar 195 ton, sebenarnya energi nasional itu mengalami surplus. Hanya saja, yang menjadi dilema adalah konsumsi kenyataannya dipenuhi 113 ton (60) dari Migas dan Energi terbarukan. "Kondisi demikian jika tidak diantisipasi, Indonesia mengalami defisit Migas," ujar dia.
Di tengah tingginya konsumsi Migas, justru produksi Migas Indonesia terus merosot, seiring makin menipisnya cadangan yang dimiliki. "Sekalipun Indonesia memiliki 60 cekungan, cadangan minyak Indonesia itu di urutan 26 dunia, sekitar 4 miliar barel. Hal yang sama dengan cadangan gas Indonesia di urutan ke 14 dengan cadangan 100 TCF. Tapi di Indonesia kebutuhan gas masih mencukupi," kata dia.
Langkah Pertamina mengelola blok Migas di luar negeri diyakini untuk memperkuat cadangan dan produksi nasional. "Karena produksi Migas di Overseas itu hasilnya akan dibawa pulang untuk diolah di kilang-kilang yang ada di Indonesia untuk memenuhi konsumsi BBM domestik," sambung dia memungkasi. (Panji Prayitno)