Liputan6.com, Jakarta - Sejarah mencatat, DKI Jakarta ternyata bukan yang pertama kalinya mempunyai Gubernur DKI Jakarta nonmuslim selain Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Jauh sebelum Ahok memimpin, ada nama Henk Ngantung, yang merupakan Gubernur DKI Jakarta ke-7.
Berbeda dengan Gubernur DKI Jakarta lainnya, Henk Ngantung bukan seorang yang berlatar belakang birokrat. Dia adalah seniman yang banyak menuangkan karya dalam sejumlah lukisan.
Advertisement
Henk menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta sejak 27 Agustus 1964 sampai 15 Juli 1965. Sebelumnya, Henk Ngantung dikenal sebagai pelukis dan budayawan tanpa pendidikan formal. Bersama Chairil Anwar dan Asrul Sani, dia ikut mendirikan kelompok Gelanggang.
Saat itu, banyak kalangan yang protes atas pengangkatan Henk Ngantung. Salah satu alasannya karena Henk seorang nonmuslim. Namun, Bung Karno punya pertimbangan lain menjadikan Henk sebagai orang pertama di DKI.
Bung Karno ingin agar Henk menjadikan Jakarta sebagai kota budaya. Henk dianggap memiliki bakat artistik. Ini terlihat tatkala Presiden memanggilnya ke Istana. Dia menyarankan Presiden untuk mengurangi pohon di tepi jalan.
Sebagai seniman, Henk mempunyai beberapa karya monumental. Mulai dari lukisan, lambang institusi negara, hingga rancangan sejumlah monumen bersejarah di Jakarta merupakan karya Henk Ngantung.
Berikut tiga karya Henk Ngantung yang dikenal hingga saat ini:
Tugu Selamat Datang
Tak banyak orang tahu kalau Tugu Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia itu lahir dari guratan tangan Henk Ngantung.
Tugu itu diresmikan presiden pertama RI Sukarno pada tahun 1962. Tugu Selamat Datang yang menjadi landmark Ibu Kota Jakarta itu memang dibuat oleh pematung Edhie Sunarso, tapi yang membuat sketsanya adalah Henk Ngantung.
Dalam buku Sketsa-sketsa Henk Ngantung Dari Masa ke Masa yang disusun Baharudin M.S, ide pembuatan Monumen Selamat Datang awalnya merupakan gagasan dari Presiden Sukarno. Rancangan awal dikerjakan oleh Henk Ngantung, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Monumen tersebut menggambarkan dua pemuda-pemudi yang sedang melambaikan tangan dan membawa buket bunga. Patung tersebut menghadap ke utara, yang berarti mereka menyambut orang-orang yang datang dari arah Monumen Nasional.
Pembuatan patung ini memakan waktu sekitar satu tahun sejak diresmikan oleh Bung Karno.
Advertisement
Lambang DKI Jakarta
Tak hanya membuat rancangan monumen, karya Henk Ngantung yang hingga kini masih dikenang dan selalu diingat oleh warga Jakarta adalah simbol atau lambang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Dikutip dari situs resmi pemerintah Provinsi DKI Jakarta, lambang Jaya Raya terdiri dari lukisan perisai segi lima yang di dalamnya melukiskan gerbang terbuka.
Di dalam gerbang terbuka itu terdapat Tugu Nasional yang dilingkari oleh untaian padi dan kapas. Sebuah tali melingkar pangkal tangkai-tangkai padi dan kapas. Pada bagian atas pintu gerbang tertulis slogan Jaya Raya yang artinya semangat kota Jakarta supaya tetap berjaya dan besar.
Tugu Nasional di lambang DKI Jakarta mempunyai makna kemegahan, daya juang, dan cipta. Pintu gerbang melambangkan kota dan kekhususan Jakarta sebagai pintu keluar-masuk kegiatan-kegiatan nasional dan hubungan internasional.
Kemudian kapas dan padi melambangkan kemakmuran atau usaha Jakarta yang bertekad mencukupi kebutuhan sandang dan pangan warganya. Tali emas melambangkan pemersatuan dan kesatuan.
Sementara, gambar gelombang melukiskan lokasi Jakarta di pesisir dan juga Jakarta sebagai kota pelabuhan. Perisai segi lima melambangkan Pancasila.
Selain merancang sketsa Monumen Selamat Datang, Henk Ngantung juga disebut merancang sketsa lambang Komando cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad).
Lukisan 'Memanah'
Sebagai seorang pelukis, Henk Ngantung mempunyai banyak karya lukisan yang bagus dan disukai oleh berbagai kalangan. Salah satu lukisan, yang berjudul "Memanah" bahkan disukai Bung Karno.
"Lukisan bagus. Ini sebuah simbol bangsa Indonesia yang terus, terus, dan terus bergerak maju. Paulatim longius itur!" ucap Sukarno saat pertama kali melihat lukisan itu kepada Henk Ngantung.
Sukarno pun menyampaikan keinginannya membeli lukisan itu. Namun sayangnya, lukisan bergambar orang memanah itu belum rampung.
Kendati demikian, Henk Ngantung tak dapat menolak tawaran Sukarno. Dia pun langsung menyelesaikan lukisannya dalam waktu kurang lebih 30 menit. Setelah selesai, lukisan itu langsung ia berikan pada Bung Karno. Proklamator kemerdekaan RI itu lalu membawa pulang lukisan ke rumahnya di Pengangsaan Timur 56, Jakarta.
Tak hanya disukai Bung Karno, "Memanah" rupanya juga disukai oleh Presiden RI ke-7 Jokowi. Dalam Pameran Seni Rupa Koleksi Istana Kepresidenan Republik Indonesia di Galeri Nasional, Jokowi menyatakan kekagumannya dengan karya Henk Ngantung.
"Karya yang dipamerkan di sini adalah yang terpilih. Jadi, kalau saya ditanya favoritkan karya Pak Henk Ngantung, itu karena sudah dipilih. Hanya 1 persen yang dipilih betul," kata Jokowi, 1 Agustus 2016.
Selain lukisan berjudul "Memanah", hasil karya pria asal Sulawesi Utara ini yang cukup dikenal yaitu lukisan berjudul "Ibu dan Anak", yang merupakan hasil karya terakhirnya.
Advertisement