Liputan6.com, Jakarta - ‘Om kaki baru, om,’ demikian tulisan itu terpampang di sebuah gubuk kayu yang berada di halaman belakang sebuah rumah mungil di Dusun Bangle, Montong Gading, Lombok Timur. Sekilas, gubuk itu mirip gazebo tempat pemilik rumah bersantai di senja hari.
Jika dilihat lebih jelas, ada yang aneh di gubuk tersebut. Ada kaki palsu yang tampak bergelantungan. Horor? Sama sekali tidak. Sebab, gubuk tersebut merupakan sebuah bengkel pembuatan kaki palsu yang dimiliki Pauzal Bahri (30).
Advertisement
Bengkel tersebut sudah beroperasi sejak 2011. Pauzal menjadikan bengkel tersebut tempat dirinya bereksperimen membuat kaki-kaki palsu yang kini digunakan sejumlah difabel di Kota Lombok, Nusa Tenggara Barat.
“Kaki pertama (yang dibuat) itu dari paralon,” kata Pauzal menceritakan pengalaman pertama membuat kaki palsu kepada Journal Liputan6.com, Senin, 27 Maret 2017.
Kaki palsu dari paralon itu sengaja Pauzal bikin untuk dirinya. Ini lantaran, Pauzal merupakan seorang difabel. Ia terpaksa harus kehilangan kaki kirinya, setelah mengalami kecelakaan sepeda motor pada 2005.
Kaki palsu dari paralon ini menjadi awal cerita eksperimen Pauzal. Seturut waktu berjalan, anak ketiga dari empat bersaudara ini mendapat banyak pelajaran dari keinginannya bisa kembali berjalan.
Sejumlah aktivitas dia lakoni. Termasuk bekerja di sebuah bengkel bemper mobil hingga belajar motor lagi. Pengalaman bekerja di bengkel ini membuat Pauzal berkenalan dengan bahan fiber. Fiber kemudian menjadi bahan dasar Pauzal membikin kaki palsu.
Toh, keinginan berjalan tak disambut ramah kenyataan. Meski sudah mulai terbiasa dengan kaki palsu, Pauzal tetap mengalami hambatan. “Pakai fiber itu tidak langsung merasa nyaman. Ketika saya jalan, saya berpikir ‘apa maunya sih kaki ini’,” ucap Pauzal.
Belakangan, Pauzal mulai mendapatkan formula yang pas untuk kaki barunya. Bahan fiber yang dia pakai, dia bongkar pasang. Akhirnya, Pauzal nyaman dengan bahan tersebut. Rasa nyaman yang dirasakannya, membuat renjananya bergejolak.
Ia bisa kembali beraktivitas seperti orang normal. Pengalaman ini membuat banyak orang terkagum. Cerita tentang Pauzal menyebar cepat dari mulut ke mulut. Akibatnya, banyak orang yang memiliki nasib yang serupa, datang meminta dibuatkan kaki palsu.
“100 lebih, saya tidak ingat lagi berapa yang saya buatkan,” ujar Pauzal.
Salah seorang penyandang disabilitas yang datang ke Pauzal adalah Muhammad Paridi. Lelaki 20 tahun ini merupakan bekas tenaga kerja Indonesia. Paridi sempat bekerja di sebuah proyek di Malaysia. Di negeri jiran tersebut, Paridi mengalami kecelakaan yang membuat kakinya diamputasi.
Bagi Paridi, Pauzal memberi harapan baru. Paridi menuturkan, ia sempat merasa terpukul selepas diamputasi. Rasa tak percaya diri timbul bersamaan dengan hilangnya salah satu kaki. Apalagi, Paridi merupakan tulang punggung buat keluarganya di Lombok.
“Saya mikir, macam mana saya bisa membahagiakan orangtua saya,” kata Paridi menuturkan kisahnya.
Tak lama berselang, Paridi mendapat informasi tentang Pauzal. Informasi itu, kata Paridi, datang dari salah seorang teman yang kebetulan adik kelas Pauzal. Tak butuh waktu lama, Paridi bergegas mendatangi bengkel milik Pauzal.
Paridi minta dibikinkan kaki palsu untuknya. Permintaan Paridi tak langsung direspons Pauzal. Sang ‘arsitek kaki palsu’ itu terlebih dahulu mengajak Paridi berjalan-jalan, buat mengetahui cara Paridi berjalan dan seberapa jauh titik tempuh kaki palsu buatannya.
“Saya sangat senang. Seperti apa namanya ya, seperti kaki normal lah,” ungkap Paridi.
Selama mengerjakan kaki palsu, Pauzal tak mematok harga mahal. Meski bukan dari kalangan ekonomi menengah ke atas, keluarga Pauzal memberikan dukungan penuh. Keluarga Pauzal terbiasa memberi makan dan tempat tinggal buat difabel yang sedang berkunjung untuk dibuatkan kaki palsu.
Muhammad Nasir, kakak kandung Pauzal menuturkan, semua itu dilakukan sebagai bentuk syukur dan dukungan terhadap adiknya. Sebab, keluarga merasa senang saat Pauzal bisa kembali berjalan seperti sedia kala. “Senang juga sekarang. Dia bisa seperti biasanya. Ya seperti orang normal kan gitu, “ ucap Nasir.
Harga Mahal
Bantuan yang diberikan Pauzal kepada sesama difabel, diakui Paridi, sebagai hal yang sangat berharga. Bukan tanpa sebab, harga sebuah kaki palsu memang terbilang mahal.
Dini Aryanti, admin di Jakarta Prosthetics and Orthotics Center menerangkan, sebuah kaki palsu bisa punya harga puluhan hingga ratusan juta. Ini tergantung dengan bahan yang akan digunakan pasien yang membutuhkan.
“Pasien bisa memilih dengan budget yang dimiliki,” ucap Dini.
Harga tersebut bergantung pada bahan yang digunakan. Tak hanya bahan, kata Dini, masalah keamanan dan kenyamanan juga menjadi ukuran. Sebab, salah satu pertimbangan penting bagi pengguna kaki palsu adalah efek samping yang bisa ditimbulkan.
Meski begitu, tak semua difabel bisa mewujudkan keinginan punya kaki palsu. Masalah harga, jadi hambatan yang cukup mengganjal. Muhammad Said, Humas Yayasan Peduli Tuna Daksa (YPTD) menerangkan, harga menjadi masalah yang membikin yayasannya turun membantu difabel.
Sejak 2008 hingga 2017, kata Said, yayasannya sudah mendonasikan 12.077 kaki palsu, tangan palsu, atau jari palsu kepada difabel. Sebanyak 8.000-an lebih merupakan bantuan kaki palsu. “Itu ke seluruh Indonesia,” kata Said.
Kaki palsu yang diberikan Yayasan Peduli Tuna Daksa sudah disesuaikan dengan kebutuhan pengguna di Indonesia. Sebab, kata Said, pengguna kaki palsu di Indonesia umumnya berasal dari kalangan kurang mampu.
Selain itu, Said menerangkan, YPTD juga memerhatikan masalah titik tumpu dan kenyamanan. Said bersepakat dengan Dini, ihwal efek samping yang bisa dihasilkan. Salah satunya, penyempitan pembuluh darah atau pengecilan kaki, jika kaki palsu yang diberikan tidak sesuai.
Ini juga disadari Pauzal. Meski harga kaki palsu buatannya tak semahal yang dijual di Jakarta, Pauzal mengaku kenyamanan menjadi hal penting. Ia tak menghendaki, teman-teman difabel yang menggunakan jasanya harus merasakan efek samping dari kaki palsu buatannya.
“Ya tentu, semuanya diukur. Supaya enggak sakit pas menggunakan,” ucap Pauzal.
Advertisement
Usaha Menjadi Normal
Pauzal tak pernah membayangkan, dirinya hanya akan berjalan dengan satu kaki. Bayangan olok-olokan hingga menyusahkan orang, bergelayut dalam pikirannya. Kesemuanya sempat membuat Pauzal terpuruk. Sebab, bukan perkara mudah menjadi tidak normal.
Olok-olokan, hanya salah satu risiko. Ada risiko lain yang membuat difabel harus mengeluarkan usaha ekstra. Seperti fasilitas publik yang tidak ramah penyandang disabilitas. Ini membuat mereka harus meminta pertolongan orang lain.
Barang tentu, kondisi ini dirasakan Pauzal. Kaki palsu yang dia buat, merupakan usaha untuk membuat dirinya kembali normal. “Karena saya difabel yang hidup di dunia orang normal, saya harus mengikuti dunia orang normal,” ucap Pauzal.
Usaha Pauzal bisa tampak normal, tak semudah yang direncanakan. Kerap kali, kaki buatannya tak bisa menunjang aktivitas yang bisa dengan mudah dilakukan mereka yang normal.
Apalagi, kata dia, ada keinginan yang kerap bergejolak. Seperti saat teman-temannya mengajak bermain. Kerap kali, ajakan untuk bermain sepakbola atau bulu tangkis menghampirinya. Ini tentu membuat Pauzal sedikit merana.
“Mereka tidak tahu kalau saya pakai kaki palsu. Ketika saya melihat orang bermain bulu tangkis, terus saya diajakin main. Saya berpikir, gimana saya bisa bermain,” tutur Pauzal.
Ini membuat, Pauzal harus berpikir dua kali. Bahan fiber yang sebelumnya dia gunakan, mulai ia sisihkan. Sebab, bahan tersebut nyatanya tak bisa menopang aktivitas Pauzal, terutama saat dirinya bertani ke ladang dan sawah. “Akhirnya saya coba serabut kelapa.”
Nyatanya, bahan baru yang dia gunakan pas. Serabut tersebut kini menjadi bahan utama kaki palsu yang dia gunakan dalam semua aktivitas, termasuk saat menghadapi serangan anjing galak yang kerap berkeliaran di sejumlah gang di Lombok.
Usaha menjadi normal tak selamanya sesuai keinginan. Terkadang, kecemasan melanda keluarga besar Pauzal. Itu terjadi apabila Pauzal mulai suka keluyuran malam.
“Ibu saya juga suka iseng karena saya sering keluar malam. Kadang-kadang, kaki saya suka disembunyiin. Kalau kaki disembunyiin, saya enggak bisa keluar,” ucap Pauzal sembari tertawa.