Liputan6.com, Jakarta Ria Papermoon atau Maria Tri Sulistyani sudah bukan anak kecil lagi. Tapi beberapa tahun belakangan dunianya akrab dengan boneka. Ini bukan sekedar mainan anak-anak. Boneka yang dimainkan Ria adalah pertunjukan teater boneka.
Dari Yogyakarta Ria memulai kisahnya sebagai juragan Papermoon Puppet Theatre. Maria Tri Sulistyani menggandeng rekannya Iwan Effendi yang kini menjadi suaminya. Iwan membantu sebagai art director. Kegiatan ini dijalankan Ria awalnya lantaran kecintaannya pada dunia anak.
Baca Juga
Advertisement
Dunia bocah memang identik dengan keceriaan dan permainan. Dua elemen itulah yang ditawarkan Ria di setiap pertunjukkannya di awal keberadaan Papermoon Puppet. “Ide cerita saya buat sendiri,” kata Ria, di studionya di Yogyakarta, beberapa waktu lalu. Ria memang tak mencomot inspirasi cerita dari kisah dongeng manapun.
Karena kecintaannya pada dunia anak, ibu satu anak ini bisa dengan lincah menggarap cerita menarik. Sejak kecil Ria senang membaca. Tak heran ide menulis cerita tak sulit didapatkannya. Sebelum mengibarkan Papermoon Puppet Theatre, Ria sempat aktif sebagai illustrator dan penulis cerita anak-anak.
Papermoon secara harfiah berarti bulan kertas, Tapi, lebih dalam lagi, mengandung filosofi bahwa yang sederhana bisa menjadi istimewa. Dan, Ria memulai idealismenya 11 tahun lalu dengan modal sederhana. Dia membuat boneka tangan dari bahan-bahan sederhana yang bagi sebagian orang dianggap sampah atau barang bekas.
Inilah cikal bakal pertunjukkan bonekanya. Maria Tri Sulistyani menggelar di kamar kos sewaan yang disulap menjadi perpustakaan mini. Dua tahun setelah itu Ria membagi pertunjukkan bonekanya di kategori anak-anak dan dewasa. “Identitas Papermoon Puppet ya seperti itu sampai sekarang,” tutur Ria yang pernah membantu menghibur anak-anak korban gempa bumi di Yogyakarta tahun 2007.
Sarjana lulusan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini berkesempatan memanggungkan Papermoon Puppet-nya di mancanegara. Saat ini namanya dikenal sebagai salah satu pengusung seni pertunjukkan komtemporer dari Indonesia yang menginspirasi banyak orang. Alih-laih menekuni pekerjaan kantoran, Ria memilih menjadi penggiat seni pertunjukkan teater boneka dan mendunia.
Perempuan kelahiran 4 November 1981 ini juga sempat mendapat bea siswa di New York untuk mempelajari seni teater boneka. Ria dan Papermoon juga aktif menggelar Festival International Bienalle Puppet Theater, setiap dua tahun sekali. Ajang pesta boneka itu rutin digelar sejak tahun 2008.
Kemasan Papermoon Puppet memang unik. “Ini bukan doll tapi boneka yang dibuat untuk pertunjukkan teater. Bonekanya digerakan oleh orang di atas panggung,” katanya. Tak seperti pertunjukan teater yang menyajikan dialog antar pemain, Papermoon Puppet bisa saja miskin kata-kata. Cerita pun beragam tema karena dikemas untuk pertunjukkan dewasa selain anak-anak.
Karena keunikannya, Papermoon Puppet dimasukkan ke dalam salah satu adegan di film Ada Apa Dengan CInta? 2 (AADC2). Adalah Nicholas Saputra, pemeran utama film fenomenal itu yang meyakinkan sutradara Riri Riza untuk memasukkan salah satu kisah Papermoon Puppet ke dalam adegan film.