Cerita Sarinah Menyaksikan Suaminya Tertimbun Longsor Nganjuk

Dua dari empat korban longsor Nganjuk lainnya ternyata tertimbun saat hendak mengabadikan longsor.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 11 Apr 2017, 13:35 WIB
Ilustrasi longsor

Liputan6.com, Nganjuk - Sejumlah saksi dan warga mengaku tak mendengar suara gemuruh sebelum terjadinya bencana tanah longsor di Desa Kepel, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, pada Minggu, 9 April 2017.

"Saya tidak mendengar adanya gemuruh atau suara apa pun sebelum insiden," ujar Sarinah, istri Paidi, yang menjadi salah satu korban jiwa pada peristiwa tersebut ketika ditemui di kediamannya di Dusun Njati, dilansir Antara, Senin malam, 10 April 2017.

Pada saat kejadian sekitar pukul 14.00 WIB, ia dan suaminya mengaku sedang berada di sawah ketika hendak pulang. Belum lama berjalan, tiba-tiba tanah sudah menutup sawahnya.

"Suami saya masih di sawah, dan saya menoleh ke belakang sudah tertimbun serta terbawa tanah," ucap ibu dia anak itu sembari terisak menahan tangisnya.

Salah satu saksi lainnya, Joko, mengakui hal sama. Ia terkejut karena tiba-tiba tanah longsor datang secara cepat.

"Saya tidak tahu ada tanah datang, ternyata longsoran sudah dekat dan saya lari menyelamatkan diri. Syukurlah saya masih bisa selamat," kata pria yang saat kejadian kakinya sempat tertimbun tanah hingga selutut itu.

Pengakuan yang sama dilontarkan Warsinem yang saat kejadian juga berada di sawah tidak jauh dari lokasi kejadian hilangnya Paidi. Ia mengaku tidak mendengar adanya suara gemuruh tanah longsor.

"Saya saat itu juga mau pulang, terus mendengar banyak orang teriak-teriak, kemudian lari. Saudara-saudara saya banyak saat itu dan semua lari," kata dia.

Musibah tanah longsor terjadi di Dusun Dolopo, Desa Kepel, Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk, tepatnya di area Gunung Wilis dengan ketinggian sekitar 10 meter, Minggu, 9 April 2017.

Longsor terjadi dengan luas sekitar tiga hektare. Secara keseluruhan, tanah yang rawan longsor ada sekitar tujuh hektare yang di lokasi mayoritas ditanami cengkih dan mangga.

Santunan Rp 15 Juta

Sementara itu, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa meninjau lokasi longsor di Dusun Dlopo, Desa Kepel dan Dusun Jati, Desa Blongko, Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk, kemarin.

Tiba di lokasi sekitar pukul 15.00 WIB, Mensos didampingi Bupati Nganjuk Taufiqurrahman dan jajaran Pemkab Nganjuk meninjau dapur umum yang dikelola Tagana untuk menyiapkan logistik relawan dan tim pencarian korban. Rombongan kemudian bergerak ke Posko Bencana Alam dilanjutkan peninjauan lokasi longsor.

Dalam kesempatan itu, Mensos menyerahkan santunan kematian kepada ahli waris korban meninggal dunia akibat longsor. Sebanyak lima orang menjadi korban tanah longsor pada Minggu, 9 April 2017, di Dusun Dlopo, Desa Kepel.

Korban meninggal terdiri dari kakak beradik Donny (24) dan Bayu (14), Kodri (16), Dwi (18). Keempatnya merupakan warga Dusun Dlopo ,  Desa Kepel, Kecamatan Ngetos. Korban kelima adalah Paidi (55) warga Dusun Jati Desa Blongko, Kecamatan Ngetos.

Setiap korban meninggal mendapat santunan Rp 15.000.000 sehingga total santunan yang diberikan kepada ahli waris adalah Rp 75.000.000. Mensos juga menyerahkan bantuan logistik untuk bencana alam Kabupaten Nganjuk senilai Rp 78.976.285.

"Bapak, kami turut berduka cita atas meninggalnya anak Bapak. Ikhlas ya Pak, Insya Allah mereka mendapat tempat terbaik di sisi Allah," tutur Mensos kepada Aksan, orangtua Donny dan Bayu, dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com dari Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Sosial RI.

Bapak tiga anak itu bercerita sebelum kejadian tidak mendapat firasat apapun. Ia mengaku keduanya bahkan belum berpamitan saat meninggalkan rumah. Donny merupakan anak sulung dari tiga bersaudara, sementara Bayu merupakan anak bungsu.

"Donny ini dulu ikut pecinta alam. Saya tidak menyangka dia mengajak adiknya melihat longsor," ujar Aksan lirih.

Usai menyerahkan bantuan, rombongan bergegas menuju lokasi longsor. Meski sempat dicegah karena tingkat kerawanannya tinggi dan masih ada kemungkinan tanah bergerak, Khofifah tetap melanjutkan peninjauan dengan menggunakan motor trail.

"Apalagi ini lempengan Gunung Wilis dari Trenggalek, Ponorogo, Nganjuk, Kediri sehingga masing-masing kabupaten ini betul-betul harus menyiapkan rencana tata ruang yang aman bagi warganya," ujar Mensos setelah meninjau bekas longsoran.

Di akhir kegiatan, Mensos berkunjung ke rumah duka keluarga Aksan. Istri Aksan, Hartini tampak sangat terpukul kehilangan dua puteranya sekaligus. Mensos membacakan doa untuk Donny dan Bayu serta mendoakan agar keluarganya sabar dan ikhlas.

Sementara itu Bupati Nganjuk Taufiqurrahman mengungkapkan longsor pertama terjadi Sabtu, 8 April 2017, dengan lebar 252 meter dan panjang 202 meter. Pada Minggu, 9 April 2017, hujan mengguyur dengan intensitas ringan di Kecamatan Ngetos.

Hujan ringan mengakibatkan tanah bergerak terjadi pada jam 11.00 WIB dan memperlebar area longsor sekira 310 meter, panjang 900 meter. Longsor menutupi aliran sungai serta merusak areal pertanian.

Taufiqurrahman mengatakan tanah bergerak menimbun warga yang sedang beraktivitas di area persawahan. Menurut keterangan saksi, korban Paidi sedang mencari rumput. Sedangkan, empat korban meninggal lainnya sedang mengabadikan longsor.

Hingga Senin siang, 10 April 2017, sejumlah upaya dilakukan untuk mengevakuasi korban. Dinas Sosial Kabupaten Nganjuk mengerahkan seluruh mitra dinas sosial terdiri dari TAGANA sebanyak 20 personel, pendamping PKH sebanyak 130 orang, Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) sebanyak 20 orang dan dua Pekerja Sosial.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya