Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua BKSAP DPR RI Syaifullah Tamliha mengatakan tantangan global telah menarik parlemen untuk aktif berpartisipasi dalam kancah hubungan internasional.
Dilihat dari perspektif sejarah, kata Syaifullah, ide tentang diplomasi parlemen sebetulnya bukanlah sesuatu yang sama sekali baru. Dalam perspektif historis, lanjutnya, fungsi ini telah dijalankan oleh para anggota senat Romawi baik dalam format kekaisaran maupun republik.
"Pada dekade 1970-an para anggota parlemen lintas negara-negara Eropa, diantaranya Swedia, Jerman Barat, dan Inggris aktif menjalankan diplomasi parlemen dalam menuntaskan masalah-masalah yang timbul pasca Revolusi Anyelir di Portugal tahun 1974-1975," ujar Syaifullah dalam sambutannya saat pertemuan dengan civitas akademika Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Kalimantan Selatan, di Ruang Supardi, Senin (10/04) kemarin.
Oleh karenanya, sambung Syaifullah, peran parlemen tidak dapat dipandang sebelah mata hanya sebagai pelengkap diplomasi yang dijalankan pihak eksekutif.
Advertisement
Secara faktual, menurut politisi Fraksi PPP, keterlibatan parlemen dalam berbagai peluang kerja sama internasional merupakan keniscayaan zaman. Meski dalam berbagai literatur disebutkan bahwa diplomasi yang dijalankan oleh DPR RI bersifat second track (diplomasi jalur kedua), diplomasi parlemen justru berkembang pesat melampaui diplomasi tradisional yang dijalankan pemerintah. Politisi PPP ini menggarisbawahi bahwa pada praktik di lapangan DPR tidak hanya menjalankan diplomasi parliament to parliament.
"DPR juga membuka ruang komunikasi antara parlemen, bisnis, universitas, dan organisasi non pemerintah (NGO) dari mancanegara," pungkasnya.
Lebih jauh, Syaifullah mengatakan bahwa diplomasi parlemen adalah amanat UU.MD3. Karena sudah termaktub dalam UU, DPR RI sebagai lembaga negara yang diamanatkan untuk melakukan diplomasi harus siaga menjalankan peran tersebut dengan berpedoman pada prinsip politik luar negeri (Polugri) Republik Indonesia yang bebas aktif guna pencapaian kepentingan nasional Indonesia, yang merupakan penjabaran dari apa yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.
"Ke depan kita harus memikirkan bersama implementasi diplomasi total yang melibatkan semua pemangku kepentingan, tidak terkecuali civitas akademika dari perguruan tinggi yang ada di Indonesia untuk turut menjaga kepentingan nasional Indonesia," tutupnya.
(*)