Liputan6.com, New York - Harga minyak menguat usai Arab Saudi berniat ingin melanjutkan pemangkasan produksi untuk enam bulan ke depan.
Harga minyak telah dipatok dalam kisaran tertentu yang didukung dari penurunan produksi negara pengekspor minyak yang tergabung dalam Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dan negara penghasil minyak lainnya. Namun kenaikan harga minyak dibatasi oleh meningkatnya produksi minyak AS.
Pada awal perdagangan, harga minyak sempat melemah. Akan tetapi harga minyak berbalik arah usai laporan Arab Saudi ingin memperpanjang penurunan produksi minyak. Kebijakan penurunan produksi itu telah dilakukan sejak Januari.
Baca Juga
Advertisement
Harga minyak Brent menguat 25 sen menjadi US$ 56,23 per barel, dan tertinggi sejak 7 Maret 2017. Harga minyak Brent telah menguat sejak tujuh sesi perdagangan sebelumnya.
Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) naik 32 sen menjadi US$ 53,40 per barel. Sebelumnya harga minyak sempat tertekan lantaran ada harapan persediaan AS dapat melonjak.
Sejumlah analis menilai kalau permintaan minyak dapat goyah lantaran pasar masih belum jelas mengenai pasokan minyak. Ditambah kekhawatiran geopolitik.
"Ada peningkatan ketegangan geopolitik dalam dua front. Meningkatnya kekhawatiran terhadap Korea Utara dan Suriah dapat menekan permintaan minyak," ujar Phil Streible, Analis RJO Futures, seperti dikutip dari laman Reuters, Rabu (12/4/2017).
Sebelumnya media pemerintah Korea Utara memperingatkan serangan nuklir di AS seiring ada tanda-tanda agresi AS. Sementara itu, Presiden AS Donald Trump mengatakan dalam kicauan di media sosial twitter kalau Korea Utara "mencari masalah" dan AS akan memecahkan masalah dengan atau tanpa bantuan China.
"Ketegangan geopolitik buruk bagi pertumbuhan permintaan global," ujar Olivier Jakob, Direktur Petromatrix.