Liputan6.com, Abuja - Kelompok militan Boko Haram meningkatkan aktivitasnya. Mereka memaksa anak-anak untuk terlibat dalam serangan bom bunuh diri.
Menurut UNICEF, para teroris itu kerap mencekoki anak-anak dengan narkoba sebelum menjadikan mereka pengebom bunuh diri.
Advertisement
Setidaknya ada 117 serangan bom bunuh diri yang dilakukan oleh anak-anak dan remaja suruhan kelompok militan Boko Haram di sekitar Danau Chad. Sekitar 80 persen dari angka itu melibatkan anak perempuan yang menjadi pengebom bunuh diri dengan alat peledak yang diikat pada tubuh mereka.
Marrie-Pierre Poirier dari UNICEF menjelaskan, banyaknya anak yang berada di titik penting di dekat kota-kota tempat Boko Haram dinilai sangat mengkhawatirkan. Sekitar 1.500 anak yang diduga terlibat dengan kelompok militan itu telah ditahan di rumah tahanan di Nigeria, Kamerun, Niger, dan Chad.
"Anak-anak ini merupakan korban, bukan pelaku. Memaksa, membohongi, atau memanipulasi mereka untuk melakukan tindakan teror adalah sebuah perbuatan yang tercela," kata Poirer.
Nama Boko Haram sempat menyita perhatian dunia setelah kasus Chibouk, yakni penculikan 276 anak perempuan dari sebuah asrama sekolah.
Beberapa anak gadis yang diculik itu dipaksa untuk menikah dengan anggota militan dan mengandung bayi. Lusinan dari mereka berhasil melarikan diri. Sekitar 21 di antaranya dibebaskan pada bulan Oktober 2016 sebagai hasil negosiasi antara pemerintah Swiss dan Komite Palang Merah Internasional dengan Boko Haram.
Pemerintah Swiss dan organisasi humaniter internasional membantah memberikan ransum kepada Boko Haram. Mereka melakukan negosiasi dan berjanji akan membebaskan sejumlah tahanan Boko Haram.
UNICEF menerangkan bahwa selain kasus Chibouk, peristiwa penculikan serupa merupakan hal lazim yang terjadi di sejumlah negara di Afrika yang didera konflik.
"Anak-anak itu terlihat di sebuah pasar. Pada malam harinya, mereka diculik dari rumah masing-masing. Bahkan beberapa kasus menyebutkan orang tua dari anak-anak malang itu dibunuh. Mereka akan dibawa ke tengah hutan, ke tempat basis Boko Haram dan dipaksa menikah dengan sejumlah anggotanya. Beberapa bahkan dijadikan budak seks," ungkap organisasi internasional pemerhati anak.
UNICEF menyarankan program reintegrasi komunitas untuk anak-anak yang dulunya sempat diculik oleh anggota Boko Haram. Beberapa kasus menyebutkan adanya stigmatisasi dan paranoid dari komunitas yang menerima kembali anak-anak yang dilarikan Boko Haram.
Program reintegrasi komunitas dengan pendanaan US$ 154 juta atau setara dengan Rp 2,1 triliun yang dilaksanakan di sekitar Danau Chad itu baru berjalan sekitar 40 persen. Menurut UNICEF, sisa pendanaan sebanyak 60 persen belum berhasil dicairkan.
[vidio:]()