Liputan6.com, Yogyakarta - Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan Novel Baswedan pernah meminta untuk tidak dikawal dan mendapat pengamanan khusus. Akan tetapi, permintaan itu diabaikan pimpinan KPK yang sudah menetapkan sistem pengawalan untuk penyidik yang sedang menangani suatu kasus.
"Tanpa diminta kami sudah memberi pengawalan dan pengamanan. Setiap anggota bisa dapat pengawalan dua sampai tiga orang seperti yang diterapkan kepada Novel Baswedan," ujar Saut di Yogyakarta, Rabu (12/4/2017).
Advertisement
Pengamanan, kata dia, diterapkan dengan menempel anggota dan melakukan pengawasan. Meski demikian, pemimpin KPK tidak bisa mencegah ketika ada anggota yang keluar sendiri di jam privat seperti datang ke masjid untuk beribadah.
Ia tidak menampik, semenjak kasus korupsi e-KTP terkuak, pimpinan KPK meningkatkan pengamanan bagi anggotanya karena sudah membaca sinyal kecil. Namun, dia belum dapat memastikan apakah kasus penyerangan Novel terkait dengan kasus e-KTP atau kasus lainnya.
"Kalau bernuansa politis berarti kaitannya dengan ideologi," ucap Saut memberi contoh.
Terkait senjata api, dia menuturkan ada stok. Namun tidak semua orang berkeinginan membawa senjata api karena mempengaruhi suhu tubuh menjadi lebih panas. Padahal, proses penyidikan membutuhkan suasana hati yang stabil dan bisa mengendalikan emosi.
Terkait penyidikan kasus korupsi e-KTP, kata Saut, tetap berjalan seperti biasa. Pihaknya juga sudah menemukan mozaik-mozaik dari peristiwa itu dan tinggal menghubungkan satu dengan yang lain menjadi pembuktian.
Novel Baswedan merupakan penyidik senior KPK yang kerap menangani kasus-kasus besar. Selasa 11 April 2017 pagi, Novel diserang dua orang tak dikenal menggunakan cairan diduga air keras. Saat itu, Novel baru saja pulang salat subuh di masjid dekat rumahnya.
Akibatnya, Novel Baswedan mengalami luka di bagian wajah dan matanya. Saat ini, Novel dibawa ke Singapura untuk mendapatkan perawatan medis yang lebih maksimal.
[vidio:]()