Pejabat Ditjen Pajak Didakwa Terima Suap Rp 1,9 Miliar

Jaksa Ali menyebutkan, suap pejabat pajak sebesar Rp 1,9 miliar itu diduga terkait penolakan pengampunan pajak atau tax amnesty.

oleh Moch Harun Syah diperbarui 12 Apr 2017, 16:32 WIB
Ramapanicker Rajamohanan Nair. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) menggelar sidang dakwaan terhadap terdakwa suap pejabat pajak atau tepatnya penyidik Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Handang Sekarno.

Dalam sidang, Handang didakwa menerima suap senilai Rp 1,9 miliar atau 148.500 dollar AS. Uang suap itu diterima Handang dari Direktur PT EK Prima Ekspor Indonesia Ramapanicker Rajamohanan Nair.

"Uang tersebut diberikan agar Handang selaku pejabat di Ditjen Pajak membantu mempercepat penyelesaian permasalahan pajak yang tengah dihadapi PT EKP. Sejumlah persoalan itu yakni, pengembaian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) dan surat tagihan pajak dan pertambahan nilai (STP PPN)," kata Jaksa Ali Fikri, di PN Tipikor, Jakarta, Rabu (12/4/2017).

Jaksa Ali menyebutkan, suap Rp 1,9 miliar itu diduga terkait penolakan pengampunan pajak atau tax amnesty, pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak (PKP) dan pemeriksaan bukti permulaan pada Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA) Kalibata dan Kantor Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus. Namun uang yang diberikan kepada Handang baru sebagian dari yang dijanjikan Rajamohanan sebesar Rp 6 Miliar.

Awal Mula Suap

Kasus suap itu bermula saat PT EKP terbelit persoalan pajak. Salah satunya terkait restitusi pajak periode Januari 2012-Desember 2014 sebesar 3,5 miliar rupiah. Permohonan atas restitusi itu kemudian diajukan pada 26 Agustus 2015 ke KPP PMA Enam.

"Permohonan restitusi itu ditolak karena PT EKP memiliki tunggakan pajak sebagaimana yang tercantum dalam STP PPN 6 September 2016. Tunggakan tersebut sebesar Rp 52,3 Miliar untuk masa pajak Desember 2014 dan Rp 26,4 Miliar untuk masa pajak Desember 2015," jelas Jaksa Ali.

Kemudian, KPP PMA Enam juga mengeluarkan surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) PT EKP. Alasannya, PT EKP diduga kuat tidak menggunakan PKP sesuai ketentuan, sehingga ada indikasi restitusi yang diajukan tidak sebagaimana semestinya.

"Mohan kemudian meminta bantuan Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus Muhammad Haniv, agar membatalkan tunggakan STP PPN tersebut," sambung Jaksa Ali.

Perantara sekaligus rekan dari Rajamohanan, Rudi Musdiono menyarankan Rajamohanan meminta bantuan kepada Handang Soekarno yang jabatannya lebih tinggi dari Haniv.

"Pada 3 Oktober 2016, Mohan meminta bantuan perantara lainnya, yakni Arif Budi Sulistyo. Arif merupakan adik ipar Presiden Joko Widodo itu kemudian menghubungi Handang dan meminta agar persoalan pajak PT EKP dibantu untuk diselesaikan," terang Jaksa.

Kesepakatan Suap

Dari situ Mohan meminta Haniv membantu untuk membatalkan pencabutan pengukuhan PKP PT EKP. Haniv pun memberi jawaban dan menyarankan agar PT EKP membuat surat pengaktifan PKP ke KPP PMA Enam.

"Permintaan itu ternyata disetujui juga oleh Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi. Ken memerintahkan agar surat pencabutan pengukuhan PKP dibatalkan," imbuh Jaksa.

Jaksa melanjutkan, lalu Handang bersedia membantu menyelesaikan semua persoalan pajak PT EKP dalam pertemuan di Hotel Sultan, Jakarta, 20 Oktober 2016. Dalam pertemuan itu juga disepakati Handang akan menerima fee sebesar Rp 6 Miliar.

Masih dalam dakwaan, usai pertemuan itu, tak lama berselang Kanwil DJP Jakarta Khusus pun mengeluarkan keputusan pembatalan tagihan pajak. Artinya, tunggakan pajak sebesar Rp 52,3 Miliar untuk masa pajak Desember 2014 dan Rp 26,4 Miliar untuk masa pajak Desember 2015 dihilangkan alias nihil.

"Atas perbuatan tersebut (suap pejabat pajak), Handang didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," Jaksa menandaskan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya