Harapan Yenny Wahid Melihat Indonesia Saat Ini

Menurut Yenny Wahid, saat ini, sejumlah negara di dunia termasuk Indonesia terjebak dalam radikalisme agama.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 13 Apr 2017, 00:07 WIB
Yenny Wahid saat menjadi bintang tamu di acara Inspirato, SCTV Tower, Jakarta (20/12). (Liputan6.com/Fatkhur Rozaq)

Liputan6.com, Jakarta - Putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Yenny Wahid, menginginkan agar semangat yang pernah diwujudkan ayahnya bersama dua orang temannya yakni Nurcholish Madjid atau Cak Nur dan Buya Syafi'i Ma'arif hidup kembali. Menurut Yenny, saat ini, sejumlah negara di dunia termasuk Indonesia terjebak dalam radikalisme agama.

"Hal itu terjadi ketika tokoh-tokohnya kemudian terlalu dalam membawa urusan agama ke urusan politik," ujar Yenny dalam sebuah diskusi publik bertema Merawat Pemikiran Guru-Guru Bangsa di Century Park Hotel, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (12/4/2017).

Dia menginginkan semangat persatuan muncul kembali. Seperti saat Gus Dur dan Buya Syafi'i mencoba untuk mendekatkan Indonesia secara tataran filosofi.

"Kemudian dengan hubungan personal yang sangat kuat (antara Gus Dur dan Buya) sehingga ada titik temu (dalam setiap persoalan), walau sekarang kelanjutannya ini terjadi secara alami saja," ucap Yenny Wahid.

Dia lalu mencontohkan tentang perbedaan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Dahulu, lanjut dia, ada perbedaan saat menjalankan salat tarawih pada Ramadan.

"Saat itu, NU selalu menerapkan 23 rakaat dalam menjalankan salat tarawih, sedangkan Muhammadiyah cukup menjalankan 11 rakaat saja. Lah (sekarang) mereka (NU dan Muhammadiyah) tidak salat tarawih. Jadi, apa yang diperdebatkan?" terang Yenny.

Adapun semangat persatuan ini, sambung dia, muncul dari persamaan antara Gus Dur, Cak Nur, dan Buya Syafii. Yakni, saat ketiganya mensistesiskan gagasan dan cara berpikir yang diangkat dari pemikiran Islam.

"(Gagasan itu) kemudian digabungkan dengan western filosofi, pemikiran para filsuf barat," kata dia.

Yenny menambahkan, meski begitu, muncul pula konsep agama dari ketiga tokoh tersebut yang disebut sebagai konsep kultur Jawa, di mana agama dilihat sebagai pakaiannya Jawa.

"Sehingga, bukan hanya sekedar suatu hal yang dipahami secara kognitif dan rasional saja, tetapi betul-betul dijalankan dengan penuh rasa dan mampu diamalkan dalam kehidupan sehari-hari," tutup Yenny Wahid.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya