RI Jajaki Peluang Ekspor Pesawat ke Angola

Menteri Luar Negeri Angola Georges Rebelo Pinto Chikoti berencana mengunjungi PT DI dan PT Pindad untuk menjajaki peluang kerja sama.

oleh Septian Deny diperbarui 13 Apr 2017, 09:31 WIB
Pesawat N219 produksi PT Dirgantara Nusantara. (Foto: PTDI)

Liputan6.com, Jakarta - Angola akan dijadikan sebagai pasar baru bagi produk alat transportasi, pertahanan dan elektronika Indonesia. Hal ini diharapkan akan memacu kontribusi sektor nonmigas terhadap nilai perdagangan kedua negara yang berkisar US$ 292,8 juta pada 2016.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengungkapkan,‎ Kementerian Perindustrian tengah mendorong pelaku industri nasional untuk memperluas pasar ekspor ke Angola. Negara ini bisa menjadi hub bagi ekspor produk industri Indonesia ke negara-negara pesisir barat Afrika.

“Angola bisa menjadi negara pusat untuk promosi produk-produk industri Indonesia ke pesisir barat Afrika,” ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (13/4/2017).

Pemerintah telah menawarkan beberapa produk industri strategis nasional, antara lain pesawat buatan PT Dirgantara Indonesia (DI), kendaraan angkut militer buatan PT Pindad, kapal laut buatan PT PAL dan gerbong kereta dari PT INKA.

Bahkan, Menteri Luar Negeri Angola Georges Rebelo Pinto Chikoti berencana mengunjungi secara langsung PT DI dan PT Pindad untuk menjajaki peluang kerja sama yang dapat dikembangkan. “Mereka sempat menanyakan cara pembelian pesawat dari Indonesia,” lanjut Airlangga.

Di samping itu, Angola tengah memerlukan bantuan pelatihan di bidang industri seperti yang dilakukan Indonesia kepada Nigeria dan Mozambique. Misalnya, pelatihan untuk peningkatan kapasitas produksi sektor tekstil dan makanan.

Indonesia juga membuka peluang kerja sama di sektor industri kecil dan menengah (IKM). Apalagi, Kemenperin sedang mendongkrak pasar ekspor bagi produk IKM dalam negeri, salah satunya dengan memanfaatkan program e-smart IKM.

"Langkah ini turut mewujudkan target penumbuhan wirausaha baru di Indonesia sebanyak 20.000 orang pada akhir 2019,” ungkap dia.

Direktur Jenderal Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin Harjanto mengatakan, semua bisnis baru di Angola harus terdaftar dalam Angolan Private Investment Agency (ANIP).

“Terdapat beberapa cara bagi perusahaan untuk dapat beroperasi di Angola, di antaranya adalah mendaftar sebagai perusahaan asing, bekerja sama dengan perusahaan lokal, dan mengembangkan anak perusahaan dengan mendaftar sebagai perusahaan Angola,” papar dia.

Harjanto menambahkan, adanya persyaratan konten lokal menuntut investor asing menggunakan jasa dari perusahaan yang sahamnya sebagian besar dimiliki Angola. Selain itu, pemerintah Angola sedang melakukan proses Angolanising, yang menuntut perusahaan untuk mempekerjakan masyarakat lokal.

“Pada tahun 2012, peraturan penanaman modal bagi perusahaan swasta di sana, mensyaratkan investasi minimal US$ 1 Juta untuk memperoleh insentif,” kata dia.

Dalam rangka diversifikasi ekonomi, menurut Harjanto, pemerintah Angola juga menawarkan kepada pengusaha Indonesia untuk pembangunan industri perikanan, pertanian, pertambangan, infrastruktur, makanan, dan mineral.

Pemain utama pada sektor minyak dan pertambangan di Angola adalah Sonangol (perusahaan afiliasi China), British Petroleum (perusahaan afiliasi Inggris), dan Exxon (perusahaan afiliasi Amerika Serikat).

Hubungan diplomatik kedua negara telah dibuka sejak 2001 dan Angola merupakan mitra dagang Indonesia terbesar ke-3 di kawasan Afrika sub-Sahara setelah Afrika Selatan dan Nigeria.

Komoditas impor Indonesia dari Angola adalah minyak dan gas bumi, sementara produk ekspor Indonesia adalah pipa besi, sabun, seng, korek api, kendaraan, margarin, ikan olahan, obat, kertas dan minyak sawit. (Dny/Gdn)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya