Liputan6.com, Jakarta - Menurut studi baru para ilmuwan, perubahan iklim disebutkan bisa menjadi penyebab penumpang pesawat kemungkinan merasakan turbulensi yang bertambah kuat.
Peneliti di Universitas Reading di Inggris mengatakan, turbulensi yang cukup kuat yang dapat melepas sabuk pengaman dan melempar penumpang serta awak kabin pesawat dari tempat duduk mereka bisa dua atau tiga kali lebih sering terjadi.
Advertisement
"Bagi sebagian besar penumpang, turbulensi ringan tidak lebih dari hanya gangguan yang tidak mengenakkan. Tetapi bagi penumpang yang takut, turbulensi ringan sekalipun bisa menegangkan," kata Paul Williams yang melakukan penelitian itu seperti dikutip dari VOA News, Jumat (14/4/2017).
Kendati demikian seorang kawakan yang sering terbang sekalipun bisa cemas jika turbulensi meningkat 149%, di mana acapkali membuat penumpang dan pramugari diangkut ke rumah sakit.
Secara khusus peneliti menggunakan model-model super-computer untuk mengetahui bagaimana turbulensi pada udara jernih Trans-Atlantik pada ketinggian 12 kilometer akan berubah, jika kadar karbondioksida di atmosfer dua kali lebih tinggi yang bisa terjadi pada akhir abad ini.
Model itu menunjukkan turbulensi ringan bisa meningkat 59%, ringan sampai moderat naik 75%, moderat sampai kuat meningkat 127%, dan turbulensi hebat naik 149%.
Sebabnya, kata peneliti, perubahan iklim membangkitkan wind shears -- angin yang berubah secara tiba-tiba -- yang lebih kuat pada jet stream.
Jet stream adalah fenomena menarik saat embusan angin berkekuatan 100 km/jam baru bisa terjadi pada kondisi cuaca ekstrem.
Salah satunya perbedaan tekanan udara yang sangat ekstrem antara daerah bertekanan udara tinggi dengan daerah bertekanan rendah.
"Studi baru kami menunjukkan gambaran paling rinci bagaimana turbulensi dalam penerbangan bereaksi terhadap perubahan iklim," jelas Williams.