Liputan6.com, Jakarta - Warga Kampung Tugu, Cilincing, Jakarta Utara, dan sekitarnya khidmat mengikuti acara Perjamuan Kudus Jumat Agung yang merupakan bagian dari rangkaian acara Hari Paskah. Gereja Tugu menjadi salah satu tempat pilihan jemaat untuk mengenang bagaimana wafatnya Sang Juru Selamat Yesus Kristus.
Lagu berisikan makna mengenang wafatnya Yesus dilantunkan jemaat dengan khusuk. Semua berdiri dan tertunduk sambil mengucap kalimat-kalimat yang diiringi instrumen nada alat musik tertentu.
Advertisement
Di Gereja Tugu, rangkaian perayaan Hari Paskah dibagi menjadi beberapa waktu. Dimulai dari Kamis Putih Ibadah Malam Refleksi yang bertempat di Gedung Yeruel pukul 18.30 WIB, kemudian dilanjutkan Perjamuan Kudus Jumat Agung yang bertempat di Gedung Gereja Tugu, pukul 06.30 WIB, 09.00 WIB, dan 18.00 WIB.
Sementara untuk Ibadah Paskah atau hari mengenang bangkit kembalinya Yesus Kristus, diselenggarakan pada Minggu, 16 April mendatang di halaman Gereja Tugu, pukul 03.30 WIB.
Ketua II Pelaksana Harian Majelis Jemaat (PHMJ) Gereja Tugu Aprelo Formes menyampaikan, hari sakral ini tentunya untuk membawa jemaat agar dapat membayangkan dan merasakan bagaimana penderitaan Yesus Kristus sebagai juru selamat hingga akhirnya harus dipasak di kayu salib.
"Ini sangat sakral bagi kami. Kita bisa menghayati kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus," tutur Aprelo saat berbincang dengan Liputan6.com di Gereja Tugu, Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara, Jumat (14/4/2017).
Media Musik Keroncong
Selain melantunkan puji-pujian dan kalimat bermakna pengingat juru selamat, jemaat juga mendengarkan khotbah dari Pendeta Egbert Parasian Sihombing. Mereka mengulas kembali bagaimana Yesus membela orang Yahudi hingga akhirnya disiksa.
"Tentunya untuk khotbah hari ini menceritakan bagaimana penderitaan Yesus Kristus sampai di kayu salib," jelas dia.
Aprelo mengatakan, setiap tahun perayaan Paskah tidaklah semeriah sebagaimana Natal. Sebab dari maknanya pun berbeda. Natal merupakan kelahiran, sementara Paskah kematian dan kebangkitan kembali Yesus Kristus.
"Kalau Natal kan agak sedikit mewah. Ada hiasan, lampu, segala macam. Kalau ini kan kematian jadi ornamennya enggak terlalu banyak," ujar Aprelo.
Adapun perbedaan tahun ini dengan Hari Paskah tahun 2016 lalu terletak dari penataan kegiatan acara. Pada 2017, Gereja Tugu lebih memilih menggunakan musik-musik keroncong sebagai media perayaan Paskah. Sementara tahun lalu ada pagelaran drama.
"Kalau hari ini sendiri itu sakramennya. Jemaat dibawa ke pemikiran bagaimana penderitaan Yesus. Tubuhnya yang tercabik-cabik kita rasakan melalui makan roti. Darahnya yang mengalir melalui kita minum anggur," pungkas Aprelo.