Liputan6.com, Jakarta - Pada Kamis, 13 April 2017 waktu setempat, Militer Amerika Serikat menjatuhkan bom non-nuklir berdaya ledak tinggi di sebuah lokasi yang diklaim sebagai basis ISIS di Afghanistan.
Bom itu ditargetkan pada sejumlah kompleks terowongan dan gua di sebuah wilayah terpencil di Distrik Achin, Provinsi Nangarhar, timur Afghanistan, dekat perbatasan Pakistan.
Advertisement
Negeri Paman Sam mengklaim wilayah itu di bawah kendali ISIS.
Penggunaan bom itu dianggap bersejarah karena untuk pertama kalinya bom non-nuklir berdaya ledak besar digunakan dalam sebuah operasi militer.
Berikut 3 fakta bom yang diklaim sebagai 'mother of all bombs', seperti yang dirangkum oleh Liputan6.com dari CNN dan BBC, Jumat, (14/4/2017).
1. Berdaya Ledak Besar
Senjata itu punya nama resmi: Guided Bomb Unit-43/B Massive Ordnance Air Blast Bomb (MOAB).
Atau, dalam Bahasa Indonesia berarti Unit Bom Kendali-43/B Bom Artileri Udara Berdaya Ledak Besar.
Sesuai namanya, bom itu merupakan unit hulu ledak yang dapat dikendalikan dan ditembakkan dari udara ke darat dengan daya ledak besar.
Angka 43 merupakan nomor seri bom untuk membedakan dengan bom AS seri lain, seperti GBU-54, GBU-57, dan lain-lain.
Sedangkan untuk huruf B disamping nomor, menunjukkan fungsinya sebagai bom.
Advertisement
2. Arti di Balik Mother of all Bombs
Nama julukan 'mother of all bomb (MOAB)' merupakan akronim alias yang sering digunakan oleh personel militer Negeri Paman Sam. Penyebutan ini memiliki sejarahnya.
Pada saat awal rancangan dan produksi pada tahun 2003, bom ini diklaim oleh pengamat militer sebagai bom non-nuklir dengan ukuran, bobot, dan daya ledak terbesar jika dibandingkan dengan bom non-nuklir lainnya milik militer se-dunia.
Tapi kini, bom dengan daya ledak yang lebih besar dari GBU-43 telah diproduksi.
Pada tahun 2007, AS memproduksi GBU-57/B Massive Ordnance Penetrator (MOP) yang mampu menampung bahan peledak dua kali lebih banyak dari MOAB.
Bahkan Rusia berhasil memproduksi saingan MOAB, yakni Father of All Bomb (FOAB), dengan daya ledak 4 kali lipat lebih besar dari GBU-43.
Kini, penggunaan julukan 'Mother of all Bomb' diduga tetap digunakan AS untuk menyombongkan kekuatan militernya di mata dunia.
3. Disiapkan untuk Hancurkan Saddam Hussein
Diciptakan oleh Albert L Weimorts, Jr, seorang insinyur sipil dari Puset Riset Angkatan Udara AS dan dimanufaktur oleh McAlester Army Ammunition Plant.
Ia juga menciptakan GBU-28, saudara pendahulu GBU-48, yang digunakan pada Perang Teluk I 1991.
Senjata penembus tanah itu didesain pada tahun 2002 hingga 2003 dan dioperasikan pada tahun 2003. Saat itu AS sedang gencar melakukan operasi militer di Timur Tengah untuk memburu Saddam Hussein di Irak dan Osama bin Laden di Afghanistan.
Pada periode itu, AS yakin bin Laden bersembunyi di kompleks gua di pegunungan Tora Bora, Afghanistan. Hal itu menjadi alasan dibuatnya GBU-43.
Namun, GBU-43 tak pernah digunakan untuk operasi militer resmi hingga pada tahun 2017 ini. Sehingga, serangan ke Distrik Achin itu menandai kali pertama bom besar tersebut digunakan dalam operasi militer secara resmi.
MOAB memiliki panjang 9 meter dengan bobot 9.800 kg. Radius ledakan sejauh 1,6 km membentuk lingkaran dengan daya ledak setara 8.164 kg TNT serta menggunakan sangkar aluminium tipis untuk memaksimalkan daya ledak.
Untuk membawa dan menjatuhkan bom dengan bobot hampir 1 ton itu, ia harus diterbangkan menggunakan Lockheed Hercules MC-130, pesawat kargo militer berukuran besar.
GBU-43 diproduksi khusus untuk mampu menembus bunker dan fasilitas bawah tanah, sehingga, hulu ledak ini dianggap tepat digunakan untuk mengebom kompleks gua tempat bersarangnya militan ISIS di Distrik Achin.
MOAB dikendalikan menggunakan Global Positioning System agar akurasi tetap terjamin meski berukuran besar.
Advertisement