Liputan6.com, Jakarta Posisi gula yang dicap "menakutkan" diganti oleh sejumlah orang dengan madu atau kurma. Memang sama-sama manis, tapi madu dan kurma dianggap lebih aman ketimbang gula karena berasal dari alam.
Namun, mereka lupa, di tengah gempuran industri olahan pangan yang semakin pesat, tak bisa dipungkiri bahwa kurma dan madu tak sealami dulu. Kurma telah "berubah wujud" menjadi manisan dan madu selalu ditambah dengan gula.
Advertisement
"Kurma sendiri termasuk golongan buah. Kandungan gulanya, gula fruktosa. Cuma yang jadi masalah, manisnya kurma tidak lagi murni berasal dari buahnya, melainkan sudah direndam air gula," kata Dr Marshell di Kopdar Gula bersama penggiat media sosial ditulis Health Liputan6.com pada Senin (16/4/2017)
Bila bicara produksi massal, lanjut Marshell, gula pun dijadikan salah satu pengawet pangan alami. "Jadi, jatuhnya sama saja. Kecuali, punya pohon kurma sendiri, bisa memetik sendiri," katanya menambahkan.
Sementara untuk madu sendiri, banyak juga yang salah kaprah. Menurut Marshell, ketika madu masuk ke dalam tubuh (lambung), tubuh tidak bisa membedakan apakah itu madu atau gula pasir. "Lagi-lagi jatuhnya sama," katanya.
Marshell menyakini, daripada mengganti sesuatu yang ujung-ujungnya sama saja, seperti kasus madu, kurma, dan gula ini.
Kita boleh memasukkan gula, dan tak perlu takut akan berakibat fatal selama tidak melebihi batas wajar.
"Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menganjurkan 50 gram atau setara empat sendok makan. WHO lebih kecil lagi, hanya 25 gram atau dua sendok makan (untuk konsumsi gula)," katanya.