Hidup Berat Anak TKI Usai Saksikan Ibu Tewas di Tangan Ayah

Anak TKI yang menyaksikan kematian ibunya di tangan ayahnya itu masih berusia 4 tahun.

oleh Aldiansyah Mochammad Fachrurrozy diperbarui 17 Apr 2017, 19:00 WIB

Liputan6.com, Gorontalo - Baru 15 hari, Muhammad Rizal Al Rasyid (4) tinggal di Gorontalo. Ia anak seorang warga Gorontalo yang menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia bernama Sri Wahyuni.

Di usia belia, ia mengalami peristiwa traumatis. Sang ibu meninggal di tangan ayahnya sendiri Jhon Nikolas yang kini meringkuk di penjara di negeri jiran itu. Akibatnya, ia tinggal sebatang kara dan harus dideportasi pemerintah Malaysia.

Ejal, begitu biasa disapa, kini tinggal di sebuah rumah di kawasan Perumahan Moyoto Indah, Blok A Nomor 8, Kecamatan Telaga, Kabupaten Gorontalo. Meski logat bicaranya masih kental dengan dialek Melayu ala kartun Upin Ipin, ia bisa berbaur dengan tiga teman barunya, saat ditemui Liputan6.com, Rabu, 12 April 2017.

Kisah pilu Ejal bermula dari percekcokan ibunya, warga Desa Mongolato, Kecamatan Telaga, Kabupaten Gorontalo yang bekerja sebagai TKI di Kinabalu, Malaysia, dengan Jhon Nikolas.

Percekcokan itu berujung nyawa Sri Wahyuni melayang di tangan suaminya sendiri. Oleh pengadilan setempat, Nikolas yang tidak lain ayah dari Ejal dijatuhi hukuman 20 tahun penjara.

Kasus pembunuhan itu mendapat perhatian Pemerintah Indonesia. Koordinasi lintas negara dilakukan dan menghasilkan keputusan, harus memulangkan Ejal ke keluarganya di Gorontalo. Selama di Malaysia, Ejal dalam pengawasan pemerintah setempat.

Begitu tiba di Indonesia, ia dijemput pemerintah Kabupaten Gorontalo dan Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Gorontalo. Kini, Ejal berada dalam pengawasan Kepala Seksi (Kasi) Anak Dinas Sosial P3A Provinsi Gorontalo Zuriaty Katili.  

"Kebetulan suami saya cukup bisa berbahasa Malaysia karena pernah tinggal selama tujuh tahun di sana, Jadi ketika kami menjemput Ejal di Bandara, ia langsung lengket dengan suami saya," ujar Zuriyati yang untuk sementara ini mengasuh Ejal.

Zuriyati mengatakan, kondisi mental Ejal masih belum stabil karena trauma dengan kejadian di Malaysia. Ejal pada usia belianya itu kata Zuriyaty, melihat langsung dengan mata kepala sendiri, bagaimana sang ayah membunuh ibu kandungnya itu.

"Biasa setelah ditanyai orang-orang tentang kematian ibunya, malam harinya dia tidak bisa tidur, dan sering mengamuk, dia trauma berat," kata Zuriyati.


Trauma Jelang Tidur

Anak TKI yang menyaksikan kematian ibunya di tangan ayahnya itu masih berusia 4 tahun. (Liputan6.com/Aldiansyah Mochammad Fachrurrozy)

Saat sedang berkumpul, Ejal terlihat sangat lincah seperti anak-anak seumurannya. Bahkan saat asyik bermain, tak sedikit pun terlihat kegelisahan dari raut wajahnya walau di antara teman-teman barunya di Gorontalo, ia kesulitan menyesuaikan bahasa.

Barulah saat masuk waktu tidur, ketika orang-orang disekitarnya beristirahat, Ejal menunjukan sikap orang yang trauma berat. Andi Saeng Latalundru, suami Zuriyati mengatakan, saat Ejal sedang mengamuk hanya dia satu-satunya yang bisa menenangkan anak tersebut karena bisa berdialog dengan dialek Malaysia.

"Dia (Ejal, red) sedikit mengerti dengan dialog Indonesia, tapi harus pelan-pelan. Karena kalau dia bingung dengan apa yang disampaikan oleh lawan bicaranya, dia akan langsung mengamuk, dan kalau mengamuk apapun yang di hadapannya akan dilempar-lempar," kata Andi.

Hingga saat ini, Ejal terlihat cukup nyaman hidup di tengah lingkungan keluarga Zuriyati. Nafsu makannya pun, kata Zuriyati, cukup baik dan sudah mulai cocok dengan makanan di Gorontalo. Melihat kondisinya yang belum stabil, Zuriyati pun memutuskan untuk mengajak Ejal ke kantornya setiap hari.

"Dia sangat suka dengan ikan goreng, sedikit-sedikit dia pasti minta makan," Andi menimpali.

Terpisah, Bupati Gorontalo Nelson Pomalingo saat diwawancarai Liputan6.com mengatakan, hingga kini pihaknya terus mengawasi perkembangan Ejal. Dalam waktu dekat, Ejal akan diberi penanganan dari psikologis agar kondisi mentalnya bisa kembali stabil dan menjalani kehidupan layaknya anak-anak seusianya.

"Setelah kondisinya sudah membaik, maka akan kita kembalikan kepada pihak keluarganya di Kecamatan Telaga. Namun, kami akan tetap menanggung, terutama untuk masalah pendidikannya hingga masa depannya yang akan kami salurkan langsung ke pihak keluarganya," kata Bupati Nelson Pomalingo.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya