Liputan6.com, London - Pangeran Harry mengungkap bahwa dirinya menderita 'kekacauan total' setelah ibunya, Putri Diana, meninggal. Hal tersebut ia sampaikan dalam sebuah wawancara dengan surat kabar The Telegraph.
Pangeran berusia 32 tahun itu mengatakan, selama bertahun-tahun ia mengabaikan emosinya setelah Putri Diana meninggal pada 1997. Kala itu, ia baru berusia 12 tahun.
Advertisement
"Aku menghadapinya dengan mengabaikannya, menolak berpikir tentang ibu, karena berpikir apakah hal itu akan membantu? Hal itu (memikirkannya) hanya membuat sedih. Hal itu tak akan membuatnya kembali," ujar Harry.
Selama hampir 20 tahun ia memilih mengabaikan perasaannya. Namun saat berusia 28 tahun, ia memutuskan mencari bantuan dari ahli setelah mendapat dukungan dari beberapa orang, termasuk Pangeran William.
"Selama 20 tahun tak memikirkannya dan dua tahun menderita kekacauan total...Aku tak tahu apa yang terjadi dengan dirirku," ujar Harry.
Meski telah mengakui kesedihan masa lalunya dan mendukung badan amal untuk kesehatan mental, Harry sangat sensitif atas perhatian media dan jarang terbuka dalam membahas masalah pribadinya.
Dikutip dari Channel News Asia, Senin (17/4/2017), Harry mengaku bahwa baru-baru ini ia dihadapkan dengan kesedihan karena kehilangan ibunya dan menanggulangi tekanan dari kehidupan kerajaan. Laki-laki kelahiran 15 September 1984 itu juga harus mengatasi perasaan "berperang atau lari" dari permasalahannya.
"Aku sendiri tak tahu bagaimana kami (Keluarga Kerajaan Inggris) tetap waras. Aku tak punya rahasia, aku mungkin sudah sangat dekat dengan kekacauan parah dalam berbagai kesempatan," ujar dia.
Putri Diana dan kekasihnya Dodi Fayed, meninggal dalam kecelakaan mobil di sebuah terowongan di Paris. Kematiannya itu mengagetkan dunia dan banyak orang bersedih karenanya.
"Tinju Menyelamatkanku"
Selama bertugas menjadi perwira Pasukan Inggris, Harry bertugas dua kali di Afghanistan. Di sana, ia menemui tentara di ruang perawatan dan pengalamannya itu berdampak ke kesehatannya.
"Kamu menempatkan masalahmu sendiri, atas apa yang kamu hadapi," ujar Harry.
Menggambarkan dirinya sebagai 'sebuah masalah' saat melewati usia 20-an, Harry menemukan bahwa tinju membantu dirinya selain mencari pengobatan.
"Semua orang berkata bahwa tinju bagus untukmu dan sangat baik untuk melepaskan agresi. Hal itu menyelamatkanku, karena aku berada di ambang meninju seseorang. Bisa meninju bantalan tentu lebih mudah," kata dia.
Pangeran William dan istirnya Kate, berkampanye bersama Harry untuk mengakhiri stigma seputar kesehatan mental. Mereka mendukung badan amal melalui inisiatif Heads Together.
Harry mengatakan, setelah berbicara dan membuka diri, ia menemukan bahwa dirinya adalah "bagian dari kelompok besar". Ia juga mendorong orang lain untuk terbuka.
"Apa yang kami coba lakukan adalah membuat percakapan di titik di mana semua orang bisa duduk dan minum kopi lalu berkata, 'Apakah kau tahu, aku mengalami hari yang sangat buruk. Bisakah aku bercerita tentang hal itu?'," ujar Harry.