Liputan6.com, Larantuka Kisah cinta Romeo dan Juliet juga pernah terjadi di Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Barat. Sebuah danau di Kecamatan Tanjung Bunga, Desa Waibao jadi saksi.
Konon pada 1972, sepasang kakasih bunuh diri di danau itu. Lio dan Nela saling jatuh cinta. Kedua sejoli itu berasal dari kampung Tangedei dan bersuku Kelen. Namun, karena cinta mereka tak direstui keduanya memutuskan menenggelamkan diri di danau itu. Jasad keduanya, baru ditemukan tiga hari sejak peristiwa tragis itu.
Baca Juga
Advertisement
Ajaibnya jasad kedua sejoli itu masih utuh, padahal danau itu penuh dengan buaya. Semua makhluk yang masuk ke dalam dipastikan habis dimakan buaya.
Sejak saat itu, masyarakat setempat memberi julukan danau itu, danau asmara. Danau itu sebenarnya bernama asli Danau Weibelen.
Secara etimologi, kata "waibelen" berasal dari dua kata, yakni "wai" yang berarti air, dan "belen" yang berarti besar. Waibelen berarti air yang besar atau air yang luas.
Selain cerita tentang Lio dan Nela, ada pula kisah mistis Danau Waibelen ini. Menurut kepercayaan masyarakat lokal, mereka dilarang menyebut kata buaya jika sedang di sekitar danau itu. Mereka menyebut buaya sebagai nenek.
Setiap wisatawan yang datang, wajib dibasuh dengan air danau oleh juru kunci setempat. Tujuannya, agar orang baru ini tak diganggu oleh buaya-buaya itu.
"Supaya ada kebersamaan. Supaya selamat. Bahwa penghuni di sini tidak penasaran karena ada yang datang ada penumpang baru," ujar Juru kunci Danau Asmara, Matias.
Menurut Matias, dulu danau ini dipenuhi oleh buaya. Namun, masyarakat Flores memburu buaya-buaya itu karena membahayakan warga setempat. Tapi, masih ada satu buaya yang masih tertinggal. Hingga akhirnya satu buaya itu mati karena memakan kail pancing pada 2015 lalu.
Meski begitu, penduduk setempat meyakini danau itu masih dijaga oleh nenek moyang buaya.
Di samping cerita mistis dan romantis, Danau Asmara ini juga sangat eksotis. Danau sedalam 12 meter ini terletak di tengah-tengah hutan. Airnya berpermukaan tenang, dikelilingi pepohonan yang rimbun. Jika dilihat dari atas, danau ini tampak hampir bulat dengan diameter lebih kurang 1 kilometer.
Danau Asmara merupakan danau yang terbentuk dari letusan Gunung Sodoberawao pada 400-500 sebelum Masehi. Lokasi danau ini hanya 45 kilometer di utara Larantuka, ibu kota Kabupaten Flores Timur.
Untuk menuju ke sana, dari Larantuka kita menggunakan mobil dengan waktu tempuh satu jam. Jalanan menuju danau itu berkelok-kelok dan berbatu. Di kanan kiri kita dapat melihat hutan dan ladang milik penduduk setempat.
Sesampainya di kawasan danau, kita akan menjumpai rumah pohon. Di sana, kita dapat melihat langsung pemandangan danau Asmara dari atas.
Kemudian, jika kita ingin melihat danau lebih dekat kita dapat turun ke danau itu dengan melewati hutan yang rimbun. Perjalanan dari jalan utama menuju danau kira-kira 15 menit dengan berjalan kaki.
Sesampainya di danau, kita dapat melihat berbagai keanekaragaman hayati. Selain berbagai macam tanaman, kita juga dapat melihat berbagai jenis ikan.
Kampung-kampung di seputaran Danau Asmara belum dialiri listrik. Hanya ada satu jetset yang menerangi setiap empat rumah. Listrik itupun hanya bisa digunakan pukul 22.00 WIB hingga 24.00 WIB.
Dengan kondisi ini, disarankan waktu keberangkatan menuju danau sepagi mungkin sehingga tak terjebak gelapnya malam.
Perempuan Penjaga Ladang
Dalam perjalanan menuju danau, kita akan melihat kehidupan sehari-hari warga Flores Timur.
Saat Liputan6.com mengunjungi Danau Asmara, ada seorang perempuan yang tengah menenun di atas pohon. Sehari-hari Maria Fatima Koten hanya duduk di rumah pohon untuk menenun sambil menjaga ladangnya agar tak dirusak monyet.
Maria Fatima membutuhkan waktu dua minggu untuk mengahasilkan satu lembar kain tenun.
"Ada yang dijual ada yang dipakai sendiri," ujar Maria Fatima.
Maria Fatima biasanya menjual selendang kecil hasil tenunan seharga Rp 150 ribu. Sedangkan untuk satu sarung kain tenun dihargai Rp 500-700 ribu. Ketika sang istri menjaga ladang, suaminya berburu dan menyadap tuak.
Advertisement