Liputan6.com, Jakarta - Pesta demokrasi yang dinanti-nantikan warga Jakarta akhirnya tiba di depan mata. Pemungutan suara Pilkada DKI 2017 putaran kedua berlangsung hari ini, Rabu 19 April 2017.
Siapapun yang memiliki KTP DKI berhak menggunakan suaranya, untuk memilih pasangan calon gubernur pilihannya. Tak ada yang berhak melarang atau mengharuskan memilih pasangan calon tertentu.
Advertisement
Warga bebas mencoblos pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat (Ahok - Djarot) atau Anies Baswedan-Sandiaga Uno (Anies - Sandi). Pilih sesuai keinginannya masing-masing. Tidak ada paksaan.
Penyelenggara pemilu pun sekarang memberikan kemudahan bagi warga DKI yang hendak menggunakan suaranya. Seperti mereka yang namanya sudah tertera dalam daftar pemilih tetap (DPT) tapi tidak mendapat formulir C6, tetap bisa memilih.
Komisoner KPUD DKI Jakarta Moch Sidik mengatakan, warga DKI yang namanya sudah ada di DPT tapi tidak mendapat formulir C6 dapat menunjukkan e-KTP dan dokumen pelangkap lainnya kepada panitia dan saksi di TPS.
"C6 itu bukan syarat untuk memilih. C6 itu hanya surat pemberitahuan. Kalau orang itu tidak dapat C6 besok dan namanya sudah ada di DPT, ya datang saja, bisa menunjukkan bahwa dia ada di DPT," kata dia di Jakarta, Selasa 18 April 2017.
"Tunjukkan nama di KTP atau suket (surat keterangan)-nya sama. Kalau ragu KPPS-nya, bisa tunjukkan KK kalau perlu diperkuat," dia melanjutkan.
Sidik mengimbau agar warga Jakarta segera memastikan namanya ada di DPT, dan melengkapi dengan dokumen kependudukannya. Sehingga dapat menggunakan suaranya pada Pilkada DKI 2017.
"Lengkapi dokumen mulai dari KTP, KK, SIM, paspor, yang ada fotonya, supaya orang yakin bahwa bener warga DKI Jakarta. Maka KPPS enggak boleh menolak lagi," kata Sidik.
Jika warga DKI namanya tidak terdaftar di DPT dan juga tidak mendapat formulir C6, mereka bisa mengecek online di kpu.go.id. Pilih Pilkada DKI putaran kedua lalu masukkan Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Nanti akan terlihat apakah nama pemilih sudah tercatat di DPT dan lokasi TPS. Datang ke pos Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) atau kantor kelurahan, lalu lihat pengumuman DPT dan lokasi TPS. Warga juga bisa bertanya ke RT atau RW setempat.
Ingat, formulir C6 bukan syarat mutlak untuk dapat mencoblos. Formulir ini hanya untuk pemberitahuan saja. Warga yang belum dapat formulir C6 tapi namanya sudah ada di DPT, bisa datang langsung ke TPS dari pukul 07.00 hingga 13.00 WIB.
Sebaliknya, jika warga namanya tidak tercantum di DPT, mereka bisa datang ke TPS dengan menunjukkan e-KTP atau Surat Keterangan Dinas Dukcapil asli. Maka bisa dimasukkan dalam Daftar Pemilih Tambahan (DPTb).
Pemilih yang tercantum dalam DPTb bisa mencoblos mulai pukul 12.00 sampai 13.00 WIB. KPPS dilarang meminta fotokopi surat keterangan atau e-KTP atau identitas lain dari pemilih. Tapi jangan lupa, pemilih yang datang ke TPS atau antre setelah pukul 13.00 tidak dapat dilayani.
Jika KPPS meragukan keaslian e-KTP atau Surat Keterangan Dinas Dukcapil, tunjukkan Kartu Keluarga (KK), paspor atau identitas lain yang asli. Pastikan e-KTP atau Surat Keterangan Dinas Dukcapil sesuai alamat TPS di tingkat RT atau RW.
Pemilih yang menggunakan e-KTP yang diterbitkan sejak 2011 dan sudah habis masa berlakunya, juga tetap bisa memilih. Aturan ini sudah digariskan dalam Surat Edaran Mendagri No. 470/296/SJ tanggal 29 Januari 2017, bahwa e-KTP berlaku seumur hidup dan tidak perlu ada perpanjangan masa berlaku.
Jika surat suara habis di TPS bersangkutan, warga bisa meminta KPPS untuk mengarahkan pindah ke TPS terdekat lainnya.
Perlu dicek juga di formulir C6, apakah NIK sudah sesuai dengan yang tertera di e-KTP atau tidak. Jika tak sesuai, warga tak perlu khawatir, tetap bisa mencoblos dengan menunjukkan e-KTP asli, untuk dicocokkan dengan DPT.
Ketua KPUD DKI Sumarno mengatakan bagi warga yang masih mendapatkan kasus serupa tetap dapat mencoblos, tapi dengan sejumlah persyaratan.
"Bisa tetap nyoblos. Tunjukkan KTP aslinya. Nanti dicek di DPT," kata dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Selasa 18 April 2017.
Tidak Ada Perbedaan Pemilih
Semua calon pemilih mendapat fasilitas yang sama untuk menggunakan haknya. Seperti pemilih difabel dan manula. KPU siap memfasilitasi agar mereka bisa menggunakan hak suaranya.
"Untuk manula dan sakit yang tak bisa datang ke TPS (Tempat Pemungutan Suara) bisa didatangi petugas sepanjang ada persetujuan saksi dan pengawas TPS," ujar Komisioner KPU DKI Jakarta, Dahlia Umar, kepada Liputan6.com, Selasa 18 April 2017.
Untuk pemilih difabel, KPPS di setiap TPS akan menjemput dan mengantar mereka jika kesulitan mendatangi TPS saat hari pencoblosan Pilkada DKI 2017 putaran kedua.
Setiap TPS sudah disiapkan surat pemilih braille untuk penyandang tunanetra yang bisa menggunakan alat bantu tersebut. Namun, jika ada tunanetra yang tidak bisa menggunakan braille, maka boleh membawa pendamping sendiri atau meminta bantuan pendampingan oleh petugas.
"Di TPS semua ada braille karena standarnya. Pemilih yang bisa gunakan braille tandanya dia dianggap pemilih mandiri. Kalau tidak bisa menggunakan braille, maka boleh didampingi oleh orang yang betul-betul dia percaya dengan menandatangi surat pernyataan. Atau kalau butuh pendampingan dari petugas kami juga dibolehkan," jelas Dahlia.
Dahlia berharap semua warga Jakarta yang memiliki hak pilih bisa memberikan suaranya pada Pilkada DKI 2017 putaran kedua.
"Intinya TPS harus ramah terhadap penyandang disabilitas (difabel). Tidak perlu khawatir juga, petugas kita sudah disumpah untuk tidak membocorkan pilihan pemilih," Dahlia menegaskan.
Karena itu, tak ada alasan lagi bagi warga DKI untuk tidak menggunakan hak pilihnya pada Pilkada DKI 2017 putaran kedua ini. Ditambah lagi dengan pengamanan dari aparat gabungan TNI dan Polri serta satuan lainnya.
Kapolda Metro Jaya Irjen Mochamad Iriawan mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan pola pengamanan di tiap TPS seluruh wilayah Jakarta. Tiap TPS akan dijaga satu personel polisi, satu prajurit TNI, dan dua anggota Perlindungan Masyarakat (Linmas).
"Satu TPS nanti akan dijaga oleh satu polisi dan satu TNI dan dua Linmas," kata Iriawan, di acara Silaturahmi dan Deklarasi Pilkada Damai di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Senin 17 April 2017.
Bagi warga DKI yang berada di tahanan juga bisa ikut melaksanakan pesta demokrasi ini. Seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah menyiapkan Tempat Pemungutan Suara (TPS) bagi para tahanan korupsi.
Sama seperti Pilkada DKI 2017 putaran pertama, rencananya TPS disiapkan di Gedung KPK lama, Kavling C1, Kuningan, Jakarta Selatan.
Advertisement
Mengintip Kegiatan Pasangan Calon
Bagi dua pasangan calon, pemungutan suara Pilkada DKI 2017 menjadi momen yang paling dinanti-nantikan. Mereka punya hajatan masing-masing sambil menunggu hasil suara usai mencoblos.
Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta nomor urut tiga Sandiaga Uno akan menggunakan hak pilihnya di Pilkada DKI 2017 putaran kedua di TPS 01, Jalan Daha IV, Selong, Kebayoran Baru. TPS itu sama ketika dia mencoblos di Pilkada DKI 2017 putaran pertama.
"Saya cek TPS di sekeliling rumah aja. Nyoblosnya sama seperti yang pertama di TPS 01 di Kelurahan Selong," ucap Sandiaga saat ditemui di Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa 18 Arpil 2017.
Sandiaga akan menggunakan hak suaranya sekitar pukul 08.00 atau pukul 09.00 WIB. "Saya mau jemput ibu saya dulu. Ayah saya kurang sehat ya. Jadi mungkin saya mesti tuntun ke TPS," kata dia.
Sandiaga juga mengaku akan tetap berolahraga seperti biasanya. "Saya akan salat subuh berjamaah di Masjid At Taqwa di Kertanegara. Habis itu mau lari pagi, terus muter ke TPS lihat kesiapannya," ujar pria yang berpasangan dengan Anies Baswedan.
Sementara, Anies akan lebih banyak mengisi waktunya dengan beristirahat dan bersantai. Dia tak mempersoalkan hasil, yang penting dia sudah berusaha maksimal pada Pilkada DKI 2017.
"Saya sudah yakin. Semua ikhtiar sudah saya jalankan, semua sudah gerak di lapangan. Nih sekarang saya lagi ngurusin burung, jadi saya lagi santai," kata Anies di kediamannya di Jalan Lebak Bulus II Dalam No. 42, Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan, Selasa 18 April 2017.
Anies beristirahat karena sejak memasuki masa tenang pada Minggu, 16 April 2017, dirinya sibuk melayani tamu yang tak henti-hentinya datang untuk memberikan dukungan dan doa.
"Tadi malam sih pertemuan di sini (kediamannya). Banyak yang dateng. Banyak sekali tamu, sampai jam empat pagi. Hari ini juga banyak sekali yang datang. Ada yang dari Yogya, Kulon Progo, datang mau mendoakan, datang meminta izin mendoakan. Saya katakan boleh-boleh silakan. Jadi saya lebih banyak terima tamu di rumah," dia memaparkan.
Sedangkan, Calon Wakil Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat mengaku sudah mendapatkan formulir C6, tapi belum tahu akan memilih di TPS mana.
"Saya sudah terima C6, tapi saya belum tahu apakah saya coblos di tempat kemarin atau yang dekat rumah," ucap Djarot di Jakarta Timur, Selasa 18 April 2017.
Calon gubernur petahana DKI ini berharap mendapatkan lokasi pemungutan suara dekat rumahnya, agar dapat memantau kesiapan pelaksanaan Pilkada DKI 2017 putaran kedua.
"Saya berharap TPS-nya dekat dari rumah. Sehingga kita dapat memantau. Soalnya kemarin (Pilkada DKI putaran pertama) lokasinya jauh dari rumah," Djarot menandaskan.
Pada Pilkada DKI 2017 putaran pertama, Djarot mendapatkan kesempatan menggunakan hak pilihnya di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 8, Kelurahan Kuningan Timur, Jakarta Selatan.
Usai mencoblos, Djarot akan mengajak keluarganya untuk makan bersama. Kata dia, hal itu merupakan momen langka untuk kumpul bersama keluarga.
"Saya mau ajak makan istri saya tercinta dan anak-anak. Yang selama ini tidak pernah makan bareng lengkap satu keluarga," kata Djarot di Jakarta Timur, Selasa 18 Arpril 2017.
Selain itu, Djarot juga akan menemui Presiden Republik Indonesia kelima Megawati Soekarnoputri, seperti halnya usai pencoblosan saat Pilkada DKI putaran pertama.
"Saya pasti ke rumah Bu Mega, tapi jamnya belum tahu. Tapi pastilah ke sana," tegas Djarot.
Mantan Wali Kota Blitar itu mengaku tidak mempunyai ritual khusus jelang pemungutan suara Pilkada DKI 2017 besok, Rabu 19 April 2017. Dia hanya akan mandi keramas dan sarapan, sebelum menuju Tempat Pemungutan Suara (TPS).
"Enggak ada, ritualnya sebelum berangkat mandi keramas, segar, lalu sarapan," kata dia.
Selain itu, Djarot juga akan menyempatkan minum jus atau pun minum kopi, yang menjadi kebiasaannya setiap pagi.
"Minum jus atau minum kopi, lalu ditambah dengan madu dua sendok," Djarot menambahkan.
Sementara, pasangan Djarot, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok akan menggunakan hak pilihnya di kompleks rumahnya, Pluit, Jakarta Utara. Namun belum diketahui kegiatan apa saja yang akan dilakukan Ahok setalah mencoblos.
Selain kedua pasangan calon Pilkada DKI 2017, Presiden Jokowi juga akan menggunakan haknya di TPS 4, Kelurahan Gambir, Jalan Tanah Abang Timur. Tepatnya di depan Kantor Dewan Nasional Indonesia untuk Kesehatan Sosial.
Lokasi TPS Jokowi sama dengan tempat mencoblos di Pilkada DKI putaran pertama. "Iya nanti hari Rabu di TPS yang sama," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin 17 April 2017.
Menerima Hasil Dengan Legowo
Kapolda Metro Jaya Irjen Mochamad Iriawan mengimbau kepada pihak yang nantinya memenangkan Pilkada DKI 2017 tidak merayakannya secara berlebihan. Tujuannya guna mencegah terjadinya konflik antarsesama pendukung pasangan calon.
"Kami berpesan siapa pun yang jadi pemenang, atau terpilih jadi Gubernur kami harap tidak euforia berlebihan, yang dapat memancing terjadinya konflik," kata Iriawan di acara Silaturahmi dan Deklarasi Pilkada Damai di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Senin 17 April 2017.
Iriawan tak mempermasalahkan apapun hasil Pilkada 2017. Yang terpenting, pihak yang terpilih nanti dapat menjaga situasi Ibu Kota.
Mantan Kapolda Jawa Barat ini juga meminta kepada pihak yang tidak terpilih sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI, agar menerimanya dengan ikhlas. Bila ada yang dipermasalahkan agar diselesaikan melalui jalur hukum yang ada.
"Tentunya yang tidak terpilih (Pilkada DKI 2017) jangan melakukan tindakan yang melanggar hukum. Silakan ada saluran hukum yang bisa mengakomodir, apabila ada dirasakan, ada hal-hal yang tidak pas dalam pilkada ini," Iriawan menandaskan.
Hal sama juga disampaikan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin. Dia mengimbau semua pihak menerima siapa pun calon gubernur dan wakil gubernur yang terpilih di Pilkada DKI 2017.
"Pilkada kan sesuai dengan sistem dan aturan. Kita harapkan ya setelah pilkada selesai ya selesai. Siapa yang terpilih kita terima, siapa pun dia," ujar Ma'ruf Amin di Gedung MUI, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Selasa 18 April 2017.
Ma'ruf meminta tidak ada mobilisasi massa di tempat pemungutan suara (TPS) karena hal tersebuf bisa memicu konflik.
"Jangan juga ada manipulasi. Jangan kita minta ada pengawasan ketat sehingga semua merasakan puas," tegas dia.
Ma'ruf juga mengimbau masyarakat DKI yang memiliki hak memilih agar memberikan suaranya. "Masyarakat dapat memberikan haknya sesuai hati nurani tanpa intimidasi. Jangan ada tuduh menuduh. Kita akhiri, semua kembali ke satu bangsa, karena kita bersaudara," Ma'ruf menandaskan.
Senada, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir meminta masyarakat memilih sesuai hati nurani saat Pilkada DKI Jakarta. Dia juga mengaku tidak khawatir dengan warga Muhammadiyah karena mereka sudah dianggap cerdas dalam memilih.
"Semua pihak harus siap menang dan kalah dan tidak boleh kita korbankan keutuhan dan kebersamaan dalam berbangsa," ujar Haedar di Yogyakarta, Senin, 17 April 2017.
Terkait isu mobilisasi dan pengerahan massa, Haedar menilai semua pihak cukup berpartisipasi dalam Pilkada DKI sesuai tahapannya. Misal pada saat pemilihan, mereka diminta dapat memberikan suaranya di TPS.
"(Hal-hal yang membawa) Simbol agama, kedaerahan, maupun partai tidak perlu dilakukan supaya suasana kondusif," ucap dia.
Menurut Haedar, politik, pemerintahan, dan agama memiliki dimensi masing-masing, sehingga jangan dibawa terlalu jauh dalam kontestasi politik.
"Parpol harus mempunyai etika politik yang baik, misal saat memasuki masa tenang (Pilkada DKI), parpol tetap tidak melakukan cara-cara bawah tanah. Demikian pula dengan aparat pemerintah atau PNS, supaya tidak memberi dukungan saat kampanye karena bisa termasuk penyalahgunaan wewenang," ujar Haedar.
Sementara, KPU DKI Jakarta mengimbau lembaga survei yang akan melaksanakan hitung cepat atau quick count agar netral dalam Pilkada DKI Jakarta. Mereka diminta melalui proses yang dapat dipertanggungjawabkan ilmiah.
"Lembaga survei tentu bekerja seharusnya secara akademis terukur apa yang ingin dilakukan. Misalnya, margin errornya berapa, metodenya seperti apa, sumber data dari mana, bagaimana cara memperoleh data. Itu setahu saya, ada prosesnya sehingga menghasilkan data," kata Komisioner KPU DKI Jakarta Betty Epsilon Idroos di kantornya, Salemba Jakarta Pusat, Selasa 18 April 2017.
Masyarakat dapat memantau lembaga survei dalam Pilkada DKI tersebut. Sekiranya ada pelanggaran kode etik, mereka dapat melaporkannya kepada KPU DKI Jakarta dengan menyertakan bukti kuat pelanggaran tersebut.
"Publik berhak untuk melaporkan kepada kami jika ada lembaga survei yang melanggar kode etik. Kami akan membentuk dewan kode etik lembaga survei," tutur dia.
Sebab, kata Betty, kepercayaan lembaga survei menjadi hal yang terpenting pada Pilkada DKI. Dengan itu, masyarakat akan mengapresiasi hasil yang dikeluarkan dari lembaga survei tersebut.
"Jadi kalau lembaga survei suatu saat kemudian tingkat presisinya jauh sekali dari yang diharapkan, tentu itu menjadi penilaian publik terhadap lembaga survei yang dimaksud. (Lembaga survei) yang dibayar adalah tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga survei," pungkas Betty.
Advertisement