Liputan6.com, Jakarta Di era globalisasi banyak bermunculan media baru, yang membuat anggota Lembaga Sensor Film (LSF) harus lebih kerja keras untuk membuat film tersebut layak tayang. Dan LSF baru bisa melaksanakan kinerjanya setelah muncul Peraturan Pemerintah tentang Lembaga Sensor Film dengan memacu UU nomor 33 Tahun 2009 tentang perfilman.
Baca Juga
Advertisement
Dan LSF mengajak seluruh masyarakat untuk memajukan perkembangan film melalui sensor mandiri. "LSF bukan tukang jagal, makanya kita mengajak seluruh elemen masyarakat terlibat dalam mensensor film yang ditonton," ujar Dr. Chitraria, anggota LSF komisi III, ditemui Liputan6.com usai acara Sosialisasi Lembaga Sensor Film di Belitung, Senin (17/4/2017).
Dalam diskusi yang diselenggarakan di BWSuite hotel ini juga dihadiri para mahasiswa serta siswa SMU, Chitraria menambahkan hingga kini masih sedikit para sineas membuat film yang inspiratif. "Kalau memang ada konflik harus ada solusinya."
Lebih lanjut Chitraria menjelaskan bahwa film adalah salah satu identitas bangsa. Sayangnya di Indonesia khususnya untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa gaungnya belum terdengar jelas.
Dengan adanya LSF bukan berarti membuat film harus yang baik-baik saja. Boleh saja membuat film yang kontradiktif tetapi harus sesuai dengan rambu-rambunya.
"Selama tidak menyudutkan agama, suku bangsa, mengandung pornografi berlebihan, pelanggaran hukum dan perjudian enggak apa-apa. Lembaga sensor film akan terus mengawasi," lanjut Chitraria.