Liputan6.com, Jakarta - Nama Alexis tiba-tiba terdengar di ruang debat Pilkada DKI Jakarta putaran pertama, Jumat 13 Januari 2017. Mendadak auditorium Hotel Bidakara itu menjadi riuh. Para penonton, tamu undangan, ada yang bertepuk tangan, ada yang tertawa kala mendengar nama itu.
Alexis adalah nama sebuah hotel, selain juga tempat hiburan ternama di wilayah Pademangan, Jakarta Utara. Alexis menjadi perbincangan kala debat Cagub-Cawagub DKI Jakarta kala itu membahas salah satu tema tentang keamanan.
Advertisement
Cagub Agus Harimurti Yudhoyono kala itu melempar pertanyaan terkait kriminalitas di Jakarta kepada cagub nomor urut 3, Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Kerja itu mejawab tegas. Meningkatnya kriminalitas karena dibiarkan.
"Pelanggaran hukum akan terjadi karena dibiarkan. Kebaruan yang kami tawarkan, kami nol kompromi dengan siapa pun," tegas Anies kala itu.
Terkait ketegasan itulah, Anies pun menyinggung kebijakan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang dinilainya tidak tegas. Salah satu bentuknya adalah terkait eksistensi Alexis.
"Untuk urusan penggusuran tegas, untuk urusan Alexis lemah," ujar Anies.
Saat itu juga Ahok membantah pernyataan yang disampaikan Anies tersebut. Ahok menyebut beberapa diskotek atau tempat hiburan bermasalah di era kepemimpinannya, yaitu Miles dan Stadium.
"Kami telah menutup Miles dan Stadium setelah di sana ditemukan narkoba," ujar Ahok.
Ahok mengatakan, dia tidak berwewenang menutup Hotel Alexis sembarangan. Penutupan sebuah tempat hiburan yang melanggar aturan, menurutnya, harus memiliki bukti.
"Kalau yang prostitusi belum ada bukti. Narkoba bisa (dibuktikan), tes darah atau kencing (air seni) ketahuan. Kalau orang melakukan seks bagaimana orang ketahuan?" kata Ahok di kawasan Pondok Bambu, Duren Sawit, Jakarta Timur, Senin 16 Januari 2017.
Jika ada bukti, ia menambahkan, maka Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan dengan tegas menutup tempat hiburan tersebut.
"Saya sampaikan, semua tempat hiburan, kalau ketahuan pakai narkoba dua kali, pasti saya tutup. Saya enggak peduli namanya apa. Kalau terbukti melanggar, kami tutup," tegas Ahok.
Atas dasar itulah, ia mengaku tidak memiliki rencana menutup Hotel Alexis. Salah satu ukurannya, ia menjelaskan, adalah sulitnya prostitusi dibuktikan ketimbang penyalahgunaan narkoba.
"Enggak ada rencana penutupan. Begitu saja. Jadi adil. Kenapa Alexis, Anda malah ribut? Kan katanya banyak pelacuran. Kamu ada bukti enggak? Kasih saya bukti," tandas Ahok.
Saat dikonfirmasi Alexis disebut dalam debat Pilkada DKI 2017, pemilik Alexis, Alex Tirta belum menjawab sambungan teleponnya.
Tidak hanya para cagub, Pelaksana Tugas (Plt) Gubenur DKI Jakarta Sumarsono juga ikut mengomentari. Baginya, Hotel Alexis masuk dalam kategori tempat hiburan bersayap.
"Itu tempat hiburan bersayap, ada live music dan ekses-ekses lainnya," kata Sumarsono, di Yogyakarta, Sabtu 14 Januari 2017.
Kendati begitu, ia menegaskan, tidak ada pejabat DKI yang berkunjung ke Alexis. Sebab, menurutnya, Alexis tergolong tempat hiburan kelas atas.
Pria yang akrab disapa Soni juga membantah jika pihaknya tebang pilih dalam memberantas tempat prostitusi. "Silakan saja menilai, tetapi yang jelas Pemprov konsisten," tegas Sumarsono.
Di Jakarta, ia menjelaskan, pemberantasan prostitusi dan narkoba jelas prosedurnya.
Lalu, apakah Anies akan menutup Alexis?
Dalam beberapa kesempatan, Anies menegaskan komitmennya menutup Alexis.
"Ya, betul. Ya kita akan tutup. Kalau protes, tuntut aja ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara)," tegas Anies di Jalan Batu Ceper, Gambir, Jakarta Pusat, Senin 16 Januari 2017.
Anies beralasan, menutup tempat prostitusi di Jakarta bukan keinginan pribadinya melainkan demi menjalankan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.
"Saya bekerja dengan Perda dan Perdanya melarang prostitusi. Jadi bukan soal kemauan Anies, aspirasi Anies. Perdanya hari ini melarang prostitusi. Saya mau melaksanakan Perda dan tidak mau pandang bulu dalam melaksanakan Perda," jelas Anies.
Pasal 42 dan Pasal 43 Perda tersebut memang mengatur larangan praktik prostitusi di Jakarta.
Pasal 42 ayat (1): Setiap orang dilarang bertingkah laku dan/atau berbuat asusila di jalan, jalur hijau, taman atau dan tempat-tempat umum lainnya.
Pasal 42 ayat (2): Setiap orang dilarang: a. menjadi penjaja seks komersial; b. menyuruh, memfasilitasi, membujuk, memaksa orang lain untuk menjadi penjaja seks komersial; c. memakai jasa penjaja seks komersial.
Pasal 43 : Setiap orang atau badan dilarang menyediakan dan/atau menggunakan bangunan atau rumah sebagai tempat untuk berbuat asusila.