Liputan6.com, Jakarta - Di beberapa bagian dunia, hukuman mati sudah tidak dijalankan lagi dengan karena alasan pelanggaran HAM. Namun demikian, masih cukup banyak negara yang menjalankan hukuman mati.
Bahkan di negara maju seperti Amerika Serikat, hukuman mati masih diberlakukan di beberapa negara bagian.
Seiring dengan kemajuan teknologi dan kesadaran akan pelaksanaan hukuman mati yang tidak menyiksa, sekarang ini telah dikembangkan beberapa cara hukuman mati yang diharapkan mengurangi penderitaan saat-saat akhir pada terhukum.
Baca Juga
Advertisement
Tapi, seperti dikutip dari Oddee pada Kamis (20/4/2017), masih ada saja kesalahan dan kelalaian dalam pelaksanaan hukuman mati sehingga terhukum malah merasakan kesakitan ataupun tersiksa secara luar biasa sesaat sebelum ajal menjemput.
Alasannya bisa bermacam-macam, termasuk petugas hukuman mati yang mabuk ketika bertugas sehingga aliran listrik pada kursi mau gagal tuntas mencabut nyawa, ataupun beberapa alasan lain seperti berikut ini:
1. Hukuman Gantung Memutuskan Kepala
Eva Dugan menjadi terkenal karena menjadi satu-satunya wanita yang dihukum gantung di Arizona, sekaligus menjadi yang terakhir menjalankannya.
Ia ditangkap, didakwa, dan dijatuhi hukuman mati untuk pembunuhan Andrew J. Mathis, seorang lansia peternak ayam. Hukuman matinya dengan cara digantung.
Eva bersikeras tidak bersalah hingga kesempatannya habis dan pasrah menerima nasibnya. Ia tampak tenang ketika melangkah naik menuju tiang gantungan, bahkan meminta kepada pengawal saat itu, "Jangan memegang lengan saya terlalu kuat, nanti orang kira saya takut."
Ia agak mengayun ketika tali gantungan dikalungkan ke lehernya dan diketatkan. Ketika pintu lantai di bawahnya terbuka, kepalanya terlepas dari badannya dan bergulir ke pojok, dekat kaki para saksi. Kerumunan itu terhenyak.
Sesudah kejadian itu, kamar gas menggantikan tiang gantungan sebagai cara hukuman mati di Arizona.
Advertisement
2. Gagal Mencari Urat Nadi
Seorang pria pembunuh bernama Romell Broom dari Ohio menyintas dari hukuman mati gagal pada 2009. Ia dijatuhi hukuman mati memperkosa dan membunuh remaja berusia 14 tahun bernama Tryna Middleton yang diculiknya di Cleveland pada 1984 ketika remaja itu berjalan pulang dari menonton pertandingan sepak bola bersama dua temannya.
Gubernur Ted Strickland yang menjabat saat itu menghentikan pelaksanaan hukuman mati setelah petugas kewalahan mencari nadi terhukum selama 2 jam.
Terhukum mengaku ditusuk jarum suntik sebanyak 18 kali dengan sangat kesakitan hingga ia menjerit-jerit. Setelah 1 jam, pihak Department of Rehabilitation and Correction meminta dokter paruh waktu yang tidak berpengalaman ataupun terlatih hukuman mati untuk mencoba mencari nadi terhukum. Gagal lagi.
Broom kembali lagi ke daftar tunggu hukuman mati sejak kejadian itu. Ia mencoba mengajukan banding, tapi ditolak. Walaupun sedang menunggu, eksekusi ke dua masih bertahun-tahun lagi karena terbentur jadwal dan ketidakpastian pasokan zat suntikan mati.
3. Tembakan Meleset
Sekelompok penembak jitu meleset ketika melakukan eksekusi pada 1879 sehingga prosesnya menjadi berkepanjangan. Eksekusi terhadap pembunuh bernama Wallace Wilkerson di Utah itu pun menjadi pemberitaan
Wilkerson adalah seorang peternak yang dihukum mati karena pembunuhan William Baxter. Ia mengaku tidak bersalah hingga hari meninggal. Ia memilih dihukum tembak daripada digantung atau dipancung.
Pada hari pelaksanaan, Wilkerson didudukkan di atas kursi di pojok halaman penjara, sekitar 9 meter dari para penembak jitu. Ia pu menolak ditutup matanya atau diikat. Katanya, "Ini ucapan saya…saya bermaksud mati selayaknya seorang lelaki, melihat penembak saya di matanya."
Di dada Wilkerson, di atas bagian jantung, dipasang kertas bidik berukuran 7,5 centimeter. Ia berteriak, "Bidik jantungnya!" Ia mengangkat bahunya ketika menanti hujaman peluru sehingga kertas bidiknya ikut terangkat.
Tembakan yang datang tidak menewaskannya, hanya menjatuhkannya dari kursi. Ia berteriak, "Ya, Tuhan! Ya, Tuhan! Mereka luput!"
Ia sekarat berlumuran darah selama 27 menit. Harian Ogden Junction pun melaporkan secara sinis bahwa "guillotine Prancis tidak pernah gagal."
Advertisement
4. Dua Kali Hukuman Mati
Wiilie Francis dihukum mati dua kalau karena dugaan pembunuhan ahli farmasi berusia 53 tahun bernama Andrew Thomas di St. Martinville, Louisinana, pada 1944. Korban ditemukan meninggal di luar rumahnya dengan 5 luka tembakan jarak dekat.
Pada 3 Mei 1946, kursi listrik portabel yang dijuluki "Gruesome Gertie" dipersiapkan secara sembrono karena petugas persiapan yang bernama Kapten Ephie Foster dan narapidana ahli listrik bernama Vincent Venezia sedang mabuk.
Ketika saklar dipasang untuk membunuh Francis, terhukum hanya terguncang-guncang keras di kursinya. Ketika terlihat bahwa ia tidak akan mati, para petugas melepaskannya dan membawanya diperiksa oleh dokter saksi. Saat itu, Kapten Foster berteriak kepadanya, "Saya terluput kali ini, tapi saya akan kejar kamu minggu depan jika saya memakai batangan besi."
Setelah eksekusi yang gagal, seorang pengacara muda bernama Bertrand DeBlanc memutuskan untuk mengambil kasus Francis yang dilihatnya sebagai ketidakadilan.
Tapi, ia dan tim pengacaranya gagal sehingga Willie Francis digiring kembali ke kursi listrik pada 9 Mei 1947. Beberapa hari sebelum hukuman mati, terhukum mengatakan ia akan bertemu dengan Tuhan "dalam celana hari Minggu dan hati untuk hari Minggu."
5. Hukuman Mati Selama 2 Jam
Pelaksanaan hukuman mati bagi terhukum Joseph R. Wood III di Arizona berlangsung selama hampir 2 jam. Menurut pada saksi, terhukum megap-megap dan mengorok selama maa itu sebelum akhirnya meninggal.
Wood dihukum mati di kompleks penjara Arizona State dalam proses yang tidak lazimnya sepanjang itu. Ia dinyatakan pingsan seluruhnnya pada 1.57 siang dan baru diumumkan meninggal pada 3.49 sore, hampir 2 jam setelah tim medis pertama kalinya menyuntikan obat-obatan hukuman mati.
Para pengacaranya meminta pemberian suntikan zat pembunuh karena terhukum terlihat masih sadar 1 jam sesudah proses dimulai. Bibirnya mulai bergerak dan "berjuang untuk bernafas" sesaat setelah ia dianggap telah pingsan. Petugas negara bagian membantah laporan itu dan menyebut Wood tidak pernah kesakitan, walaupun memang mengorok.
Wood dijatuhi hukuman mati pada 1991 karena menembak mati mantan kekasihnya, Debra Dietz, dan ayah wanita itu, Eugene.
Advertisement
6. Terhukum Disuntik Bahan Pengawet
Pada 2015, pihak Oklahoma Corrections Department menggunakan obat yang salah untuk menghentikan detak jantung terhukum mati. Mereka seharusnya menggunakan potasium klorida untuk menghentikan jantung Charles Frederick Warner, tapi malah menyuntikan potasium asetat.
Potasium asetat dipakai dalam pengawetan jenasah, mumifikasi, dan pembalseman, demikian menurut harian Oklahoman's yang menyelidiki laporan otopsi terhukum.
Pada saat pelaksanaan hukuman mati, 15 Januari, terpidana pemerkosa dan pembunuh anak itu memerlukan 18 menit hingga akhirnya meninggal dunia. Katanya, "Terasa seperti asam. Tubuh saya terbakar."
Namun begitu, seorang wartawan yang hadir saat itu mengatakan sepertinya terhukum tidak merasa sakit dan tidak pernah mendongakkan kepalanya dan tidak kejang-kejang seperti yang dialami terhukum sebelumnya.
7. Letusan Nadi
Seorang terhukum mati terkena serangan jantung setelah pelaksana hukuman mati merobek nadinya saat pelaksaan suntikan mati. Pada 2014 di Oklahoma, Clayton Darrell Lockett yang berusia 38 tahun mendapat suntikan IV pada bagian selangkangan saat mulainya pemompaan campuran 3 zat pembunuh ke dalam tubuhnya.
Tapi nadinya meletus sehingga terhukum mengerang dan menggeliat selama 15 menit setelah mulainya hukuman. Petugas terpaksa menghentikan proses itu, tapi terhukum kemudian meninggal 43 menit setelah mulainya eksekusi.
Pihak negara bagian kemudian menunda pelaksaan hukuman mati bagi terhukum berikutnya pada hari itu. Presiden Obama juga meminta Jaksa Agung untuk mengkaji prosedurnya.
Bagi teman dan kerabat Stephanie Neiman (19) yang menjadi korban kejahatan terhukum, mereka tidak peduli pada caranya terhukum mendapatkan ajal. Kata April Sewell, seorang teman korban, "Siapa peduli kalau dia kesakitan. Sejujurnya, caranya tewas masih lebih mudah dibandingkan dengan kematian korbannya."
Advertisement
8. Bangun Saat Eksekusi
Pada 2016, seorang terhukum mati bernama Ronald Bert Smith, Jr. menjalani hukuman mati menggunakan suntikan maut karena telah menembak kasir toko bernama Casey Wilson dalam perampokan pada 1994. Jaksa penuntut menjelaskan peristiwa itu sebagai pembunuhan bergaya pembantaian.
Selama 13 menit setelah dibuat pingsan, Smith masih batuk, terengah-engah, dan bergerak. Ia berkali-kali mengangkat dadanya selama proses eksekusi 30 menit. Ia pun seperti sedikit mengangkat dua lengannya setelah dua pemeriksaan untuk menentukan kesiumannya.
Tim kuasa hukum Smith mengatakan bahwa gerakan-gerakan itu menunjukkan "ia belum terbius sama sekali selama prosedur yang terlalu panjang tersebut."
Tapi Jeff Dunn, Corrections Commissioner untuk negara bagian Alabama, membantah Smith kesakitan. Hingga sekarang, penyidikan masalah itu masih berlangsung.