Liputan6.com, Bandung - Indonesia memasuki era borderless world secara agresif. Saat ini, jumlah pengguna seluler, smartphone, dan internet, baik di Indonesia maupun global terus bertumbuh, dengan laju pertumbuhan majemuk tahunan (compound annual growth rate/CAGR) industri smartphone sebesar 11 persen dan CAGR internet 13 persen.
Demikian diungkapkan Chief Lembaga Riset Telematika Sharing Vision, Dimitri Mahayana, di Bandung, Selasa (18/4/2017). Menurut dia, saat ini jumlah pengguna smartphone di dunia mencapai dua miliar pengguna dan 85 persen di antaranya dikuasai Android. "Internet dan smartphone telah menembus the bottom of the pyramids," katanya.
Akselerasi penggunaan smartphone dimungkinkan karena peningkatan penetrasi broadband di dunia maupun di Indonesia. Berdasarkan data International Telecommunication Union (ITU), penetrasi mobile broadband dunia sekitar 48 persen, sedangkan penetrasi fixed broadband lebih dari 10 persen.
Baca Juga
Advertisement
"Di Indonesia, sekitar 9 juta penduduk menggunakan fixed broadband, dan lebih dari 26 juta pengguna mobile broadband," kata Dimitri.
Sementara itu, data hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII) pada 2016 mengungkapkan, lebih dari separuh penduduk Indonesia kini sudah terhubung ke internet.
Data tersebut mengungkapkan, penetrasi internet di Indonesia sudah menyentuh 132,7 juta dari 256,2 juta penduduk Indonesia (51,8 persen populasi).
Penetrasi intenet di Indonesia naik signifikan, mencapai 50,8 persen dalam kurun waktu dua tahun. Data APJII menyebutkan, pada 2014 penetrasi internet di Indonesia baru mencapai 88 juta penduduk.
Dmitri juga menambahkan, dengan terus menanjaknya populasi pengguna internet di Indonesia dan secara global, bisnis e-Commerce turut terkerek. Pada 2016, jumlah e-Commerce di Indonesia mencapai 26,2 juta.
Dia memprediksi, nilai transaksi e-Commerce akan terus menanjak secara eksponensial, seiring makin tingginya angka melek internet di Indonesia. Pada 2025, nilai transaksi e-Commerce Indonesia diprediksi mencapai 46 miliar dolar Amerika Serikat (AS).
(Msu/Why)