Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo memastikan tidak ada intervensi dalam menentukan tuntutan terhadap terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Menurutnya, tuntutan yang dibacakan Jaksa dalam sidang pada Kamis 20 April 2017 kemarin sudah dipertimbangkan dengan matang.
Advertisement
"Kejaksaan tak pernah bekerja dibawah tekanan, atau intervensi. Karena memang dari sisi teknis yuridisnya sedang dianalisis kan sudah disampaikan oleh jaksa kita ingin justru dengan waktu yang panjang itu kita bisa analisa lebih komprehensif, lengkap," kata Prasetyo di kompleks Kejagung, Jakarta, Jumat (21/4/2017).
Ia juga menolak jika disebut jaksa sengaja menghilangkan pasal 156a KUHP dalam berkas tuntutan yang dibacakan. Justru, sambung Prasetyo, JPU amat mempertimbangan pasal yang akan diterapkan dalam tuntutan kepada Ahok.
"Siapa bilang? Semua ditinjau, dianalisis, sidang sampai ditunda itu juga karena untuk meninjau itu, itulah fakta hukumnya," terang Prasetyo.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dituntut 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun. Pasal yang digunakan jaksa penuntut umum (JPU) untuk menuntut Ahok adalah Pasal 156 KUHP.
Dalam penjelasannya, jaksa memaparkan Ahok tidak dapat dituntut dengan Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama. Sebab, bagi jaksa, apa yang diucapkan Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016 tentang Surat Al Maidah tidak memenuhi unsur niat menghina agama.
"Mengingat kesengajaan Pasal 156a huruf a KUHP adalah dengan maksud untuk memusuhi dan menghina agama, maka pembuktian Pasal 156a huruf a KUHP tidak tepat diterapkan dalam kasus a quo," ujar jaksa dalam persidangan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Kamis, 20 April 2017.
Pasal 156a KUHP berdasarkan UU No 1/PNPS Tahun 1965, jaksa menambahkan, hanya bisa diterapkan jika pelaku memiliki niat. Namun dalam perkara ini, Ahok tak terbukti memiliki niat menghina agama.