Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan bahwa penyidikan kasus e-KTP tidak hanya berhenti kepada dua terdakwa, Irman dan Sugiharto saja.
KPK akan memanggil para Pimpinan Banggar DPR RI. Beberapa di antaranya Bendahara PDIP Olly Dondokambey, Kader PKS Tamsil Linrung, dan Ketua DPP Partai Hanura Mirwan Amir. Mereka belum bersaksi dalam persidangan kasus mega korupsi itu.
Advertisement
"Menurut Penuntut umum masih ada waktu menghadirkan saksi termasuk saksi-saksi yang diduga menerima (aliran dana) e-KTP," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Jumat 21 April 2017.
Dalam dakwaan dan fakta persidangan, ketiga pimpinan Banggar ini diduga menerima aliran dana dari kasus tersebut. Febri mengatakan bahwa pemanggilan ketiga politikus itu merupanan bagian dari strategi dari penyidik untuk membuktikkan dakwaan.
"Pada bagian akhir proses pengadaan ini, kami akan ajikan bukti dan saksi, pihak-pihak yang diduga diperkaya dalam kasus e-KTP," imbuh Febri.
KPK telah menetapkan dua terdakwa dalam kasus ini, adalah Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.
Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan Pasal 2 ayat (1) atas Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
KPK juga telah menetapkan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong sebagai tersangka dalam perkara tersebut.
Andi disangkakan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Terkait kasus ini, KPK juga menetapkan politikus Hanura, Miryam S Haryani, sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP. Miryam ditetapkan tersangka karena memberikan keterangan palsu pada persidangan kasus e-KTP.
Dia disangka melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.