Liputan6.com, New York - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terus mendorong warga AS untuk giat berbelanja. Namun, kenyataan yang mengkhawatirkan adalah warga Amerika tidak menghabiskan banyak uang untuk apa pun saat ini, terlepas dari di mana uang itu dihasilkan.
Dikutip dari CNN Money, Senin (24/4/2017), penjualan ritel menurun pada Februari dan Maret dari bulan sebelumnya, menurut Departemen Perdagangan AS. Rakyat AS belum pernah sepelit ini sejak awal 2015, dan kemungkinan akan melukai ekonomi Negeri Paman Sam.
Baca Juga
Advertisement
AS berada di jalur untuk pertumbuhan 0,5 persen yang sangat lamban dalam tiga bulan pertama tahun ini, menurut perkiraan terbaru dari Penasihat Ekonomi Makro dan Federal Reserve Atlanta. Angka ini jauh meleset dari pertumbuhan ekonomi 4 persen yang telah dijanjikan Trump.
Trump suka menyambungkan bagaimana kepercayaan rakyat Amerika terhadap ekonomi melejit sejak dia memenangkan pemilihan. Dia memang benar. Konsumen, bisnis (besar dan kecil) dan investor merasa jauh lebih optimistis, menurut berbagai survei.
Tapi semua antusiasme itu tidak diterjemahkan kalau warga AS akan belanja lebih banyak, yang mendorong ekonomi AS. Sekadar informasi, selama ini sekitar 70 persen ekonomi Amerika berasal dari aktivas belanja barang yang dilakukan warganya.
Kate Warne, seorang ahli strategi investasi jangka panjang di Edward Jones, menyebut ini sebagai era "optimisme skeptis."
"Orang lebih optimis, tapi mereka skeptis optimistis," kata Warne kepada CNNMoney. "Saya rasa mereka belum yakin bahwa segala sesuatunya akan berubah sebanyak yang mereka inginkan."
Jika melihat pernyataan yang dikeluarkan para pemimpin bisnis dan warga menunjukkan banyak optimisme. Namun kenyataannya data belanja konsumen dan bisnis sebenarnya menunjukkan banyak keraguan.
Bahkan pasar saham, yang melonjak 2.700 poin setelah pemilihan dan pelantikan Donald Trump, turun 2 persen atau sekitar 500 poin pada bulan lalu. Investor telah kembali ke aset safe haven seperti obligasi pemerintah AS dan emas.
Ini menunjukkan setiap orang dari Wall Street dalam mode wait and see. "Kami memutuskan untuk menunggu sampai prakarsa kebijakan Donald Trump menjadi lebih jelas," tulis Sam Bullard, ekonom senior di Wells Fargo dalam catatan baru-baru ini kepada klien.