Liputan6.com, Paris - Hasil awal putaran pertama pemilu presiden Prancis cukup mengejutkan. Para pemilih memberi suaranya kepada dua kandidat yang dinilai kontroversial.
Pemilu putaran pertama menyaring 11 kandidat capres menjadi dua kandidat dengan suara tertinggi.
Advertisement
Hasilnya, dua suara tertinggi diraih oleh Emmanuel Macron, politikus independen berideologi sentris dan Marine Le Pen, politikus kanan ekstrem pemimpin Front National.
Dengan 96 persen suara telah terhitung, Macron memimpin suara dengan angka 23,7 persen. Sementara Le Pen mencapai 21,8 persen.
Dilansir dari CNN, Senin (24/4/2017), hasil putaran pertama di kancah politik Prancis ini adalah tak satu pun kandidat dari partai establishment yang telah mendominasi negara itu selama berpuluh tahun.
Memimpin dengan perolehan suara tertinggi merupakan kemenangan yang mengejutkan bagi Macron. Mantan bankir berusia 39 tahun yang tak pernah menang terjun dalam politik Prancis itu, kini digadang-gadang menjadi Presiden Prancis mendatang.
"Ya, kita akhirnya berhasil melakukannya," kata Macron di depan para pendukungnya.
Hasil putaran pertama ini juga dianggap membawa keberhasilan bagi Le Pen. Selama bertahun-tahun ia telah berusaha menghilangkan kesan sang ayah yang mendominasi partai Front National.
"Ini adalah waktu yang tepat bagi warga Prancis untuk membebaskan diri dari para elite yang arogan. Saya adalah kandidat pilihan semuanya," kata Le Pen.
Hasil putaran pertama ini merupakan dampak dari peristiwa politik dunia. Seperti Inggris yang meninggalkan Uni Eropa dan Amerika memilih Donald Trump jadi presiden. Di sini para pemilih cenderung untuk menolak para elite tradisional.
"Ini jelas gempa bumi politik di Eropa," kata wartawan veteran Christine Ocktrent kepada CNN.
Kandidat konservatif yang penuh skandal Francois Fillon dan si kartu liar sayap kiri Jean-Luc Melenchon berada di posisi ketiga dalam putaran pertama ini. Mereka "tertendang" keluar dari pertempuran.
Le Pen dan Macron kini akan berhadap-hadapan dalam pemilu final putaran kedua yang akan berlangsung pada 7 Mei mendatang.
Pemilu putaran pertama digelar di bawah pengawasan ketat setelah aksi teror di Paris terjadi pada Kamis malam.
Pada Minggu, 23 April 2017 pukul 17.00 waktu setempat, 69,42 persen dari 47 juta warga Prancis yang terdaftar untuk memilih memulai pemilu.
Dengan 11 nama dalam kertas suara, tak ada satu pun kandidat yang diharapkan menang mutlak.
Presiden petahana, sosialis Francois Hollande yang memiliki persetujuan rating cukup stabil selama beberapa tahun membuat publik terkejut dengan keputusannya yang tidak ingin kembali mencalonkan diri jadi presiden.
Dengan hasil yang cukup jelas, di mana kini adalah pertarungan sayap kanan vs independen, politikus Prancis dan kandidat yang kalah sudah mulai pasang kuda-kuda untuk memilih Le Pen atau mendukung Macron.
Perdana Menteri Prancis, Bernard Cazeneuve dalam Twitternya terang-terangan meminta rakyat untuk memilih Macron di putaran kedua.
"Untuk melawan proyek Partai Front National yang mengerikan yang akan membuat Prancis akan terjun dalam kepurukan dan memecah belah warga Prancis, pilihlah Macron @EmmanuelMacron," tulis Cazeneuve.
Kandidat Partai Sosialis yang kini berkuasa, Benoit Hamon hanya mendapat 5,9 persen.
Kepada pemilihnya, Hamon mengatakan ia bertanggung jawab atas hasil yang mengecewakan. Oleh sebab itu, ia meminta Partai Sosialis untuk mendukung Macron agar mengalahkan Le Pen.
"Meskipun Macron bukan sayap kiri, ia wajib kita dukung untuk melawan Front National."