Liputan6.com, Yogyakarta - Ratusan remaja di Jogja berikrar menolak pernikahan dini dalam Aksi Generasi Berencana (GenRe) di Pasar Seni Gabusan Bantul. Kampanye menunda pernikahan di usia dini itu diwujudkan dengan membuat mural yang berisi beragam pesan bagi remaja.
Kegiatan yang diselenggarakan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ini mengambil tema Ngumbar Yuk atau ngumpul bareng.
Selain mural tematik, acara sosialisasi itu juga diisi berbagai kegiatan yang kreatif dan edukatif, seperti pojok curhat, donasi buku, pemeriksaan kesehatan, konseling kesehatan reproduksi, dan pertunjukan seni.
"GenRe merupakan intervensi terhadap tantangan dan permasalahan remaja di Indonesia," ujar Kepala BKKBN Surya Chandra Surapaty, Minggu, 23 April 2017.
Ia menyebutkan berdasarkan Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035, jumlah generasi muda usia 10-24 tahun di Indonesia mencapai 66,3 juta jiwa pada 2016. Artinya, satu di antara setiap empat orang Indonesia adalah remaja.
Baca Juga
Advertisement
Menurut Surya, jumlah remaja yang besar menjadi aset yang luar biasa bagi bangsa dan negara Indonesia apabila dikelola dengan baik. "Karena itu membina mereka adalah investasi masa depan," ucapnya.
Melalui Program GenRe, remaja dibina dan diarahkan supaya mampu menjalani masa transisi kehidupan remaja yaitu melanjutkan sekolah, mencari pekerjaan, memulai kehidupan berkeluarga, menjadi anggota masyarakat, dan mempratikkan hidup sehat.
Ia mengungkapkan terdapat empat poin penting aksi Genre bagi remaja. Pertama, bertekad tidak menikah di usia muda (di bawah 21 tahun untuk perempuan dan di bawah 25 tahun untuk laki-laki). Kedua, menghindari seks bebas dan penyalahgunaan napza.
Berikutnya, bertekad mempromosikan GenRe kepada seluruh masyarakat Indonesia, serta membantu program pemerintah membangun karakter remaja yang berintegritas, memiliki etos kerja dan gotong royong dan mereka siap menjadi contoh, model dan idola bagi teman remaja.
Informasi yang dihimpun, jumlah pernikahan dini di Yogyakarta yang tercatat relatif sedikit. Sebelum 2016, terdapat belasan kasus pernikahan dini, sementara sampai dengan pertengahan 2016, belum ada satu kasus pun yang dilaporkan.
Terhadang Stigma Takut Jadi Perawan Tua
Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) berencana meluncurkan program pencegahan dan penghapusan perkawinan anak di lima kabupaten di Jawa Barat. Kelima kabupaten di Jawa Barat itu meliputi wilayah Cirebon, Indramayu, Bandung, Bogor dan Sukabumi. Berdasarkan data, Jawa Barat menempati posisi ke 2 setelah Jawa Timur dalam kasus pernikahan anak.
"Kita mendesain pertemuan ini di desa-desa dengan mengorganisir anak-anak remaja lelaki dan perempuan, orang tua dan tokoh setempat di daerah tersebut," ujar Sekretaris Jenderal KPI Dian Kartika Sari ditemui di sela kegiatan Seminar Peran Perempuan Muda dalam Pencegahan dan Penghapusan Perkawinan Anak di Jawa Barat, Jumat, 21 April 2017.
Tujuan dari program itu adalah memperkuat forum anak yang sudah ada di daerah agar bisa menyuarakan pencegahan dan penghapusan pernikahan anak. Sejumlah kabupaten, menurut Dian, menyatakan berminat mengikuti program ini.
"Beberapa kabupaten sudah punya forum anak dan itu akan kita kuatkan supaya mereka bisa bersuara. Tujuan lainnya yaitu membangun kesadaran kritis di antara mereka," ungkapnya.
Dian menjelaskan, terdapat faktor yang menyebabkan perkawinan anak cukup tinggi, di antaranya persoalan budaya, kemiskinan dan pengetahuan yang minim.
"Kita melihat faktor budaya sangat kuat. Ada anggapan jika tidak menikah, maka tidak laku, selain itu khawatir jadi perawan tua. Selain itu, ada faktor kemiskinan di mana menikahkan anak untuk bayar utang," tuturnya.
Padahal, perkawinan anak berdampak pada masalah kesehatan, pendidikan dan hak anak. Dari segi kesehatan misalnya, organ reproduksi anak belum matang.
"Padahal, hubungan seks di dunia anak itu punya potensi mengalami kanker serviks dan itu diketahui setelah 10-15 tahun kemudian," jelasnya.
Berdasarkan pemaparan KPI Jawa Barat, pada 2015 perkawinan anak usia 10-17 di perkotaan sebesar 0,9 persen, sedangkan di pedesaan sebesar 2,24 persen. Data menyebutkan jumlah perkawinan sebelum usia 15 tahun mencapai 35,83 persen dan di usia 16 tahun mencapai 39,45 persen.
Sementara, usia 17 tahun mencapai 24,72 persen. Selain itu, sebanyak 30,7 persen perempuan usia 20-24 tahun pernah menikah sebelum usia 18 tahun. Dengan tingginya perkawinan anak, Dian menyatakan Angka Kematian Ibu (AKI) di Jawa Barat mencapai 780 kasus pada 2016.
"Karena kasusnya cukup tinggi dan faktor budayanya sangat tinggi, hal ini menjadi tantangan buat KPI untuk mendorong perubahan yang lebih besar," katanya.
Jika program itu berjalan, ia berharap angka perkawinan anak di lima kabupaten menurun. Pihaknya juga akan mengusulkan agar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk melakukan aksi nasional pencegahan perkawinan anak.
"Acaranya kita targetkan tahun ini juga," ucap Dian.