Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-PR) atau Kementerian PUPR masih mengkaji perubahan kategori masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Dengan perubahan tersebut, diharapkan penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) dengan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) lebih tepat sasaran.
Saat ini, kelompok MBR diatur berdasarkan batasan penghasilan yakni sebesar Rp 4 juta untuk rumah tapak dan Rp 7 juta untuk rumah susun.
Baca Juga
Advertisement
Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian PU-PR Lana Winayanti mengatakan, bakal mengubah ketentuan MBR berdasarkan zona wilayah. Hal itu dilakukan mengingat, pendapatan dan pengeluaran untuk masing-masing wilayah itu berbeda-beda.
"Dulu Rp 4 juta dipukul rata, mau Sabang sampai Merauke. Pengeluaran MBR di wilayah beda-beda. Tidak bisa disamaratakan. Harga rumah juga beda-beda. Harga rumah di Papua dan Jawa yang jelas di Papua juga lebih mahal," kata dia kepada Liputan6.com, seperti ditulis di Jakarta, Selasa (25/4/2017).
Idealnya, kata dia, kategori MBR untuk masing-masing wilayah berbeda."Kalau misal miskin ada by name by address, harusnya MBR ada by name by address, siapa sih MBR yang belum punya rumah," ujar dia.
Bukanya hanya itu, dia menuturkan, akan menggunakan penghasilan rumah tangga sebagai acuan MBR. Berbeda dengan sebelumnya yang menggunakan penghasilan tunggal.
"Kemudian yang kami pakai juga rumah tangga suami dan istri. Digabung kalau dulu kami lihatnya single income. Sekarang penghasilan rumah tangga," kata dia.
Dia berharap, ketentuan ini terbit dengan secepatnya. Namun, masih perlu koordinasi dengan lintas instansi terkait.
"Pengennya cepet cuma banyak yang diselaraskan, saya juga mesti bicara Kemendagri, Kemenaker. Kalau kami tetapkan seperti ini bagaimana, supaya tidak ada keberatan," ujar dia.