Liputan6.com, Cirebon - Banyak kaum perempuan pribumi yang berjasa dan memiliki kontribusi besar dalam mengawal perkembangan di negara Indonesia. Satu di antaranya kontribusi ulama perempuan dalam berjuang dan mempertahankan eksistensi membela Tanah Air.
Ketua Pengarah Kongers Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) Badriah Fayyuni menyatakan akan meneguhkan eksistensi perempuan di Indonesia agar adil dan memberikan ruang untuk yang berjasa. Termasuk, memaknai sejarah perkembangan Islam di Nusantara yang diwarnai eksistensi raja Islam atau sultan, serta sultanah.
"Misalnya, raja Aceh yang disebutkan Sultan Iskandar Muda. Setelah itu, ada Sultan Iskandar Tsani. Nah, setelah itu, Sultanah Safiatuddin yang 34 tahun memerintah dan peninggalannya luar biasa," ucap Badriah usai menggelar konferensi pers KUPI di Cirebon, Selasa (25/4/2017).
Dia mengatakan, peran Sultanah Safiatuddin sangat besar, terlihat dari dibangunnya Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ar Raniri dan Universitas Syiah Kuala. Dua universitas tersebut merupakan lembaga pendidikan yang mendapat dukungan besar dari Sultanah Safiatuddin dalam memajukan pendidikan berbasis Islam di Aceh.
Baca Juga
Advertisement
Pengasuh Ponpes Mahasina, Bekasi, Jawa Barat ini menjelaskan, pentingnya penyelenggaraan KUPI agar masyarakat Indonesia tahu dan mengerti peran wanita dan ulama perempuan dalam mengawal perkembangan Indonesia.
Selain itu, KUPI menjadi ruang perjumpaan dengan para ulama lain, pemerintah, aktivis perempuan dari berbagai negara dan pengalaman mereka. "Kami juga akan membahas bersama yang aktual yang menjadi tantangan perempuan maupun persoalan yang sedang dihadapi perempuan Indonesia pada umumnya."
Adapun kongres tersebut akan ditutup dengan mengucapkan ikrar keulamaan perempuan. Hasil musyawarah keagamaan akan dibagi menjadi tiga isu, yakni perkawinan anak, kekerasan perempuan, dan perusakan alam dalam konteks keadilan sosial.
Dari kongres ini, menurut Badriah, para ulama perempuan juga akan memberikan rekomendasi secara rinci ke pemerintah agar dijadikan pertimbangan dan ditindaklanjuti.
"Kami tegaskan kongres ini ingin meneguhkan eksistensi ulama perempuan yang sudah ada sejak zaman Rasulullah dan sampai sekarang ini berkontribusi. Hanya saja sejarah yang dikonstruksi secara sepihak keberadaannya, sehingga peran perempuan menjadi terpinggirkan," ujar dia.
Badriah Fayyuni menyebutkan, KUPI diikuti 570 peserta yang sebagian besar ulama perempuan, serta 35 perwakilan dari 16 negara di dunia.