Liputan6.com, Jakarta - Rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN dimulai pada 26-30 April 2017. Salah satu pekerjaan rumah yang ingin diselesaikan dalam pertemuan ini adalah kesepakatan mengenai proteksi dan promosi hak pekerja migran di Asia Tenggara.
Pembahasan tersebut sudah dimulai sejak 2007. Namun, sampai sekarang persetujuan tersebut mandeg.
Dalam KTT ASEAN 2017, diharapkan proteksi dan promosi hak pekerja migran bisa mencapai kesepakatan. Hal tersebut pun telah menjadi target yang dipatok Indonesia.
Direktur Jenderal Kerjasama ASEAN Kementerian Luar Negeri, Jose Tavares mengakui kesepakatan tersebut memang tak mudah disetujui. Ada beberapa faktor yang menghalangi.
Baca Juga
Advertisement
"10 tahun pembahasan sangat keras, kita menghendaki buruh migran ini dilindungi dan dipromosikan haknya, baik yang berdokumen atau undocumented," sebut Jose dalam press briefing mingguan Kemlu, Selasa (25/4/2017).
"Ini salah satu isu pelik untuk dicapai konsensus, mengenai nature dokumen sendiri itu legally binding (mengingat secara hukum) ini memang belum tercapai," tambah dia.
Mantan Duta Besar Indonesia untuk Selandia Baru tersebut jika mau kebijakan proteksi dan promosi buruh migran ASEAN tercapai maka banyak hal yang harus dinegosiasikan.
"Kita hendak capai 100 persen nampaknya susah, kita harus mundur dan mereka juga harus mundur ini biar ada konsensus," tuturnya.
"Buruh migran (di Asia Tenggara) 6,7 juta, 2,5 juta atau 2/3 di ASEAN berasal dari Indonesia, dua isu sebenarnya terselesaikan mengenai (perlindungan) family (buruh migran) dan (buruh migran) undocumented for certain level sudah dicapai, yang terakhir binding apa tidak, pembahasan sudah ditahap itu dan sudah banyak kemajuan," paparnya.