Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka. Syafruddin diduga telah memberikan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).
Pemegang saham pengendali BDNI ini adalah Sjamsul Nursalim. Mantan tersangka kasus BLBI yang diusut Kejaksaan Agung itu kini berada di Singapura. Terakhir, dia mengaku sakit dan berobat ke negeri singa tersebut.
Advertisement
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan pun meminta Sjamsul untuk cepat kembali ke Tanah Air guna memudahkan penyidikan kasus SKL BLBI yang tengah diusutnya.
"Mudah-mudahan beliau (Sjamsul Nursalim) datang ke kantor KPK untuk memberikan penjelasan dengan rinci," ujar Basaria dalam konferensi pers di Gedung KPK, Kuningan Persada Jakarta Selatan, Selasa (25/4/2017).
Akibat penerbitan SKL terhadap Sjamsul selaku pemilik saham BDNI ini, negara diduga merugi hingga Rp 3,7 triliun. SKL untuk BDNI diterbitkan oleh Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Kepala BPPN.
Syafruddin Temenggung menjabat sebagai Kepala BPPN sejak April 2002. Pada Mei 2002, dia mengusulkan kepada Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) untuk mengubah proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor BDNI kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.
Hasil dari restrukturisasi tersebut, Rp 1,1 triliun dibebankan kepada petani tambak yang merupakan kreditor BDNI. Sedangkan sisanya Rp 3,7 triliun, BDNI tetap harus dibayarkan.
"Akan tetapi pada April 2004, tersangka selaku Ketua BPPN mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban pemegang saham terhadap obligor Sjamsul Nursalim atas semua kewajibannya kepada BPPN. Padahal saat itu masih ada kewajiban setidaknya Rp 3,7 triliun," tutur Basaria di KPK.
Sebelumnya, dugaan korupsi aliran dana BLBI ini juga pernah diusut Kejaksaan Agung. Sjamsul Nursalim saat itu telah ditetapkan sebagai tersangka, namun Kejaksaan Agung mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyedikan (SP3) atas kasusnya pada 13 Juli 2004.
SP3 ini dikeluarkan lantaran adanya Instruksi Presiden Nomor 8 tahun 2002. Bagi debitor kooperatif yang sudah mengantongi Surat Keterangan Lunas (SKL) maka diberikan jaminan bebas dari jeratan pidana. Kejaksaan mengategorikan Sjamsul sebagai debitor kooperatif yang telah melunasi kucuran dana bantuan pemerintah.