Liputan6.com, Jakarta - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS). Aturan tersebut terdapat dalam PP Nomor 11 Tahun 2017.
Dikutip Liputan6.com dari PP tersebut, salah satu poin yang diatur adalah mengenai pelaksanaan rasionalisasi PNS.
Disebutkan, apabila terjadi perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan kelebihan PNS, maka PNS tersebut terlebih dahulu disalurkan pada instansi pemerintah lain. Demikian seperti ditulis Rabu (26/4/2017).
Baca Juga
Advertisement
Apabila terdapat PNS yang bersangkutan tidak dapat disalurkan dan pada saat terjadi perampingan organisasi sudah mencapai usia 50 (lima puluh) tahun dan masa kerja 10 (sepuluh) tahun, menurut PP ini, maka dapat diberhentikan dengan hormat dengan mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Apabila PNS sebagaimana dimaksud: a. tidak dapat disalurkan pada instansi lain; b. belum mencapai usia 50 (lima puluh) tahun; dan c. masa kerja kurang dari l0 (sepuluh) tahun, menurut PP ini, diberikan uang tunggu paling lama 5 (lima) tahun.
Apabila sampai dengan 5 (lima) tahun PNS sebagaimana dimaksud tidak dapat disalurkan, maka PNS tersebut diberhentikan dengan hormat dan diberikan hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Dalam hal pada saat berakhirnya pemberian uang tunggu PNS sebagaimana dimaksud belum berusia 50 (lima puluh) tahun, jaminan pensiun bagi PNS mulai diberikan pada saat mencapai usia 50 (lima puluh) tahun," bunyi Pasal 241 ayat (5) PP Nomor 11 Tahun 2017.
PP ini juga menyebutkan, PNS yang tidak cakap jasmani dan/atau diberhentikan dengan hormat apabila: a. tidak dapat bekerja lagi dalam semua karena kesehatannya; b. menderita penyakit atau kelainan yang berbahaya bagi dirinya sendiri atau lingkungan kerjanya; atau c. tidak mampu bekerja kembali setelah berakhirnya cuti sakit.
Ketentuan mengenai tidak cakap jasmani dan/atau rohani sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, berdasarkan hasil pemeriksaan tim penguji kesehatan yang dibentuk oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, dan beranggotakan dokter pemerintah.
"PNS yang diberhentikan dengan hormat sebagaimana dimaksud mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi Pasal 242 ayat (5) PP ini.
Menurut PP ini, PNS yang meninggal dunia atau tewas diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dengan mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PNS dinyatakan meninggal dunia apabila: a. meninggalnya tidak dalam dan karena menjalankan tugas; b. meninggalnya sedang menjalani masa uang tunggu; atau c. meninggalnya pada waktu menjalani cuti di luar tanggungan negara.
Sedangkan PNS dinyatakan tewas apabila meninggal: a. dalam dan karena menjalankan tugas dan kewajibannya;
b. dalam keadaan lain yang ada hubungannya dengan dinas, sehingga kematian itu disamakan dengan keadaan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. langsung diakibatkan oleh luka atau cacat rohani atau jasmani yang didapat dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya atau keadaan lain yang ada hubungannya dengan kedinasan; dan/ atau d. karena perbuatan anasir yang tidak bertanggung jawab atau sebagai akibat tindakan anasir itu.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Herman Suryatman mengatakan, keluarnya PP tersebut bukan berarti pemerintah akan melakukan pemangkasan jumlah PNS yang ada saat ini. Menurut dia, wacana tersebut juga belum ada.
"Hingga kini belum ada rencana itu," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.comdi Jakarta, Senin 24 April 2017.
Menurut Herman, dulu memang ada wacana untuk mengurangi jumlah abdi negara hingga1 juta PNS. Namun hal tersebut dilakukan secara alami, bukan pengurangan secara langsung. "(Yang 1 juta) Itu kan alami, seperti yang diinginkan Presiden. Alami inidari yang pensiun. Sekarang kan tidak ada pengadaan dari jalur umum, tiap tahun terus (mengalami pengurangan)," kata dia.
Menurut Herman, PP tersebut merupakan salah satu aturan turuan dari Undang-undang Aparatur Sipil Negara (ASN) Nomor 5 Tahun 2014. Namun dalam PP tersebut tidak hanya mengatur soal mekanisme pemberhentian PNS saja, tetapi juga hal-hal lain terkait manajemen PNS.
"PP ini turunan dari UU ASN, makanya soal manajemen PNS. Semua mekanisme, mulai dari perencanaan sampai dengan seterusnya, yang menyangkut manajemen dari awal sampai akhir," ujar dia. (Yas)