Liputan6.com, Jakarta - Sejak terbunuhnya Kim Jong-nam, mengemuka kisah beberapa orang dalam lingkar kekerabatan dinasti Kim, penguasa Korea Utara.
Namun demikian, ada sejumlah orang yang terlihat bersama dengan Kim Jong-un dalam suatu kesempatan atau sebagai perwakilan Korea Utara untuk acara-acara internasional.
Baca Juga
Advertisement
Hubungan yang masih tegang dengan Korea Selatan, membuat sang pemimpin kerap didampingi sejumlah tokoh militer. Sebut saja Misalnya Choe Ryong Hae, anggota Presidium Politburo dan Biro Politik Eksekutif, lalu Choe Pu Il, Kepala Kementerian Kemananan Rakyat.
Kemudian ada Kim Won Hong, Menteri Keamanan Negara, dan Kim Rak Gyom, Kepala Biro Panduan Rudal. Demikian juga dengan Yun Jong Rin, Komandan Pengawal Tertinggi, dan Choe Ryong Hae, anggota Presidium Politburo dan Biro Politik Eksekutif.
Disarikan dari listverse.com pada Rabu (26/4/2017), berikut ini beberapa warga sipil penting dalam lingkar kekuasaan Korea Utara:
1. Pak Pong-ju, Premier dalam Kabinet
Seorang premier atau menteri utama dalam kabinet Korea Utara kadang-kadang disebut perdana menteri, karena tugas resmi utamanya serupa dengan PM dalam sistem presidensial.
Adalah Pak Pong-ju yang dianggap salah satu warga sipil yang menempati posisi penting di sisi Kim Jong-un. Ia menjalani masa jabatan ke dua sebagai premier di kabinet, karena sebelumnya bertugas dari 2003 hingga 2007.
Penghentiannya saat itu tidak dibicarakan dan baru ketahuan 11 bulan setelah menghilang dari pandangan publik.
Ada dugaan bahwa kecenderungannya kepada pertumbuhan ekonomi cara asing dibandingkan dengan cara Korea Utara menyebabkannya diganti. Tapi ia diangkat lagi pada 2013 dan terpilih bergabung dengan Politburo, yaitu pimpinan Partai Pekerja Korea yang diketuai oleh Kim Jong-un.
Dalam rangka perayaan hari ulang tahun ke 105 Kim Il-sung, diresmikanlah Jalan Ryomyong yang dipadati gedung-gedung 20 lantai. Pak Pong-ju menjadi pembicara utama dalam acara tersebut, yang disebutnya sebagai "kegiatan penting dan besar, lebih digdaya daripada ledakan ratusan bom buklir di atas kepala para musuh kita."
Advertisement
2. Kim Yong-nam, Presiden untuk Presidium Dewan Tertinggi Rakyat
Warga sipil lainnya yang dianggap penting dalam pemerintahan Kim Jong-un adalah Kim Yong-nam. Pria yang bertugas sejak 1998 itu menjabat sebagai presiden untuk Presidium Dewan Tertinggi Rakyat di Korea Utara.
Dengan jabatan itu, berarti ia adalah kepala negara dan dilihat sebagai penguasa nomor dua di bawah Pemimpin Besar Kim Jong-un.
Dewan Tertinggi Rakyat adalah badan legistalif utama di Korea Utara, terdiri dari satu deputi untuk setiap konstituensi di negeri itu. Secara keseluruhan, ada 687 konstituensi di Korea Utara.
Dewan itu bisa dibilang seperti macan ompong, dan mendelegasikan hampir semua kekuasaannya kepada segelintir elit yang menjadi anggota Presidium.
Kim Yong-nam kadang terlihat ikut menyambut tamu negara, dan itulah yang menjadi paparan utamanya kepada dunia luar walaupun orang sering tidak mengenal dirinya.
Ia juga menghadiri upacara pembukaan Olimpiade Musim Panas 2008 dan upacara pembukaan Olimpiade Musim Dingin 2014, sebagai pimpinan perwakilan resmi Korea Utara.
3. Choe Thae-bok, Pimpinan Dewan Tertinggi Rakyat
Sosok warga sipil penting lain di lingkup pemerintahan Kim Jong-un adalah Choe Thae-bok.
Pengaruhnya di Korea Utara mulai sedikit surut di bawah kepemimpinan Kim Jong-un, apalagi usianya yang sudah 80-an. Tapi, di bawah rezim sebelumnya, Choe adalah salah satu penasehat paling dipercaya oleh Kim Jong-il.
Choe adalah satu di antara 8 orang yang berjalan mengiringi kereta duka Kim Jong-il saat prosesi pemakaman pada 28 Desember 2011. Jelaslah ia seorang penting dalam jenjang kekuasaan Korea Utara saat itu.
Choe tetap menjadi pimpinan Dewan Tertinggi Rakyat, suatu posisi yang dijabatnya sejak 1998, sekaligus anggota Politburo Partai Pekerja Korea.
Pada Februari 2017, Choe mengunjungi Iran guna menghadiri konferensi mendukung Palestina. Ia juga tegas ingin memperuat hubungan diplomatik dan ekonomi dengan Iran sambil menyatakan rasa muak terhadap "intervensi negara-negara berdaulat" oleh Amerika Serikat.
Perannya dalam urusan luar negeri Korea Utara membentang cukup lama. Ia memainkan peran besar dalam perluasan hubungan ekonomi antara Korea Utara dan Mongolia pada 2012 yang mencakup peningkatan perdagangan minyak bumi, batu bara, tembaga, emas, dan uranium.
Advertisement
4. Ri Yong-ho, Menteri Luar Negeri
Warga sipil bernama Ri Yong-ho, yang berdinas sebagai duta besar Korea Utara untuk beberapa negara Eropa, termasuk Inggris (dari 2003 hingga 2007) juga disebut-sebut sebagai orang penting dalam pemerintahan Jong-un.
Ia terpilih menjabat sebagai Menteri Luar Negeri pada Mei 2016. Menteri ini berbeda dari Ri Yong-ho, mantan wakil perwira tinggi Korea Utara yang raib sejak 2012 dan diduga telah dihukum mati.
Ri memiliki reputasi sebagai negosiator ulung, khususnya menghadapi negara-negara Barat, dan dikenal sebagai negosiator utama dalam pembicaraan enam-pihak, yang mencakup China, Jepang, Rusia, Korea Selatan, dan Amerika Serikat.
Pembicaraan itu terjadi setelah penarikan diri Korea Utara dari Perjanjian Nonproliferasi Nuklir yang tujuan utamanya adalah penghapusan sepenuhnya persenjataan nuklir dari seluruh negara dunia.
Pada 2007, setelah mandek selama empat tahun, barulah terjadi kemajuan negosiasi. Korea Utara setuju untuk menutup fasilitas nuklirnya dengan syarat Amerika Serikat dan Jepang berupaya secara sadar untuk memperbaiki hubungan dengan Korea Utara dan memasok minyak bumi.
Saat itu, sepertinya kemajuan tersebut menjadi pencapaian monumental bagi kekuatan-kekuatan Barat untuk memperlunak Korea Utara. Tapi, semua kemajuan itu sirna pada 2009 ketika Korea Utara meluncurkan satelit ke atmosfer, sehingga mengundang kritik deras dari Amerika Serikat dan PBB.
Teknologi yang ada pada satelit diduga sebagai tes untuk pembuatan rudal balistik antar benua di masa depan. Pada 14 April 2009, Korea Utara menanggapi kriitk tersebut dengan pernyataan tmenarik diri dari pembicaraan 6 pihak, lalu melanjutkan program pengayaan nuklir untuk mencegah ancaman-ancaman internasional.
Tugas besar Ri Yong-ho sepertinya sia-sia, tapi ia tetap menjadi negosiator terpenting Korea Utara menghadapi Amerika Serikat dalam abad 21 ini.