Liputan6.com, Jakarta Peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day yang jatuh pada Senin (1/5/2017) harus dimaknai sebagai kunci guna meningkatkan keterampilan para buruh dan pekerja maupun keluarga buruh dan pekerja agar tingkat kesejahteraan mereka bisa menjadi lebih baik lagi. Peningkatan kesejahteraan buruh dan pekerja merupakan salah satu amanat Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M Hanif Dhakiri mengatakan pemerintah memastikan bahwa negara hadir dalam masalah pengupahan dan peningkatan kesejahteraan buruh. Hal ini seiring dengan program pemerintahan Joko Widodo-M Jusuf Kalla seperti yang diamanatkan dalam pasal 100 dan pasal 101 UU Ketenagakerjaan.
Advertisement
“Kebijakan pengupahan dengan sistem formula hanyalah salah satu dari bentuk kehadiran negara dalam meningkatan kesejahteraan buruh dan masyarakat yang belum bekerja,” ujar M Hanif Dhakiri.
Kehadiran negara lainnya, menurut Menaker, berbentuk kebijakan sosial serta kebijakan pembinaan dan pengawasan terhadap dialog sosial di forum bipartit dalam perusahaan. Kebijakan upah minimum dengan sistem formula itu hanya salah satu saja dari kebijakan meningkatkan kesejahteraan pekerja dan juga masyarakat yang belum bekerja.
“Intinya negara hadir secara komprehensif, bukan hanya soal upah tapi juga kebijakan lain,” jelas Menaker.
Menurut Hanif, ada tiga bentuk kehadiran negara dalam masalah pengupahan dan peningkatan kesejahteraan pekerja atau buruh.
Pertama, negara hadir dalam bentuk pemberian jaring pengaman (safety net) melalui kebijakan upah minimum dengan sistem formula. Kehadiran negara dalam hal ini memastikan pekerja atau buruh tidak jatuh ke dalam upah murah. Dengan kebijakan ini dipastikan upah buruh naik setiap tahun dengan besaran kenaikan yang terukur.
Kedua, negara hadir dalam bentuk pengurangan beban pengeluaran hidup melalui kebijakan-kebijakan sosial seperti pendidikan, jaminan sosial (BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan), perumahan buruh, transportasi buruh dan transportasi massal, hingga kredit usaha rakyat (KUR) yang bisa dimanfaatkan oleh buruh dan korban pemutusan hubungan kerja.
Kebijakan ini, menurut Menaker, memastikan perlindungan negara terhadap kebutuhan dasar buruh dan masyarakat pada umumnya. Dengan kebijakan ini pengeluaran hidup buruh bisa ditekan.
“Penting dicatat bahwa kesejahteraan pekerja tidak bergantung semata pada besaran upah yang diterima, melainkan juga fasilitas sosial negara yang membantu mengurangi pengeluaran hidup mereka,” katanya.
Ketiga, negara hadir dalam bentuk pembinaan dan pengawasan terhadap berlangsungnya dialog sosial bipartit antara pengusaha dan buruh di perusahaan.
“Dialog sosial bipartit adalah kunci utama kesejahteraan buruh, termasuk terkait dengan penerapan struktur dan skala upah dimana upah diperhitungkan dengan mempertimbangkan masa kerja, jabatan atau golongan, pendidikan, kompetensi dan prestasi atau produktivitas,” jelas Menaker.
Dalam kaitan ini, jelas Menaker, pekerja bertanggung jawab meningkatkan kapasitas individual maupun kelembagaan serikat pekerja atau serikat buruh dalam perundingan bipartit.
“Demikian pula, pengusaha bertanggung jawab untuk membuka ruang dialog agar forum bipartit berjalan intensif dan optimal,” katanya.
(*)