Sebut Terlalu Banyak Anak Muslim, Wali Kota di Prancis Didenda

Selain denda, pengadilan Paris memberikan 1.000 euro biaya pengadilan untuk kelompok anti-rasis yang memperkarakan kasus ini.

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 27 Apr 2017, 19:00 WIB
Sebut Terlalu Banyak Anak Muslim, Wali Kota di Prancis Didenda (AFP / PASCAL GUYOT)

Liputan6.com, Paris - Wali kota Prancis yang berasal dari partai sayap kanan didenda 2.000 euro atau sekitar Rp 29 juta karena telah mengeluarkan pernyataan bernada kebencian.

Kala itu, ia berkata, sudah terlalu banyak anak muslim di sekolah-sekolah lokal.

Wali kota Robert Menard, yang memimpin Kota Beziers, berasal dari partai yang selama ini anti-imigran, National Front.

Pada 1 September 2016, momentum hari pertama anak-anak Prancis masuk sekolah, ia berkicau bahwa dirinya menyaksikan sebuah "great replacement".

'Great replacement' itu sendiri adalah terminologi yang mendeskripsikan perpecahan --yang digunakan untuk menggambarkan dugaan penggusuran populasi Kristen kulit putih Prancis oleh para migran. Demikian seperti dikutip dari BBC, Kamis (27/4/2017).

Pada tanggal 5 September Menard mengatakan di televisi LCI: "Di sebuah kelas di pusat kota saya, 91 persen anak-anak adalah Muslim. Jelas, ini adalah masalah. Ada batasan untuk toleransi."

Hukum Prancis melarang mengeluarkan data yang terkait kepercayaan agama atau etnis seseorang.

Menard yang membela komentarnya, mengatakan: "Saya baru saja menggambarkan situasi di kota saya, ini bukan penilaian, melainkan fakta, itulah yang bisa saya lihat."

Selain denda, pengadilan Paris memberikan 1.000 euro biaya pengadilan untuk kelompok anti-rasis yang memperkarakan kasus ini.

Denda itu lebih tinggi dari yang dituntut jaksa, yakni 1.800 euro, yang mengatakan bahwa Menard telah "menunjukkan jari pada anak-anak, yang dia gambarkan sebagai beban pada masyarakat secara nasional".

Menard mengatakan, dia akan mengajukan banding atas keputusan tersebut.

Menard, seorang pengkritik imigrasi yang blak-blakan, adalah seorang politikus independen yang didukung oleh Front Nasional sayap kanan (FN).

Pemimpin sayap kanan Marine Le Pen kini tengah bertarung melawan kandidat kubu sentral Emmanuel Macron dalam putaran kedua pemilihan presiden pada 7 Mei 2017.

Sementara ini, Le Pen mundur sebagai ketua Front Nasional, dalam upaya untuk melabeli dirinya sebagai "kandidat rakyat".

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya