Liputan6.com, Washington, D.C - Walaupun Menteri Luar Negeri China, Wang Yi bulan lalu menggambarkan Amerika dan Korea Utara laksana dua kereta api yang meluncur semakin cepat dan siap untuk bertabrakan, namun hingga hari ini, Kamis 26 April 2017 tak ada petunjuk AS hendak menyerang Korut.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump menegaskan, ia tidak lagi menuruti kebijakan pendahulunya melakukan "kesabaran strategis" terhadap Korea Utara.
Advertisement
Sikap itu menunjukkan pemerintahannya siap mempertimbangkan kemungkinan tindakan militer untuk mencegah Korut mengembangkan peluru kendali antar benua, dengan hulu ledak nuklir yang dapat mencapai daratan Amerika.
Di tengah konfrontasi antara Amerika dengan Korut ini, tidak jelas apakah China akan menanggapinya dengan kekuatan jika Amerika melancarkan tindakan militer terhadap rezim Kim Jong-un yang tertutup itu.
Ralp Cossa, Presiden Pacific Forum CSIS di Honolulu mengatakan bahwa ia ragu China akan mengambil tindakan.
"China tidak akan mau berperang membela sahabat yang tidak tahu berterima kasih," kata Cossa seperti dikutip dari VOA News, Jumat (27/4/2017).
"Hal itu mengingat bahwa Korea Utara telah menghina dan merongrong kepentingan nasional China dalam beberapa tahun belakangan," imbuhnya.
Tetapi beberapa pengamat mengatakan, asalkan serangan Amerika terhadap Korut sesuai dengan kepentingan China, Beijing dapat menerima tindakan Amerika itu.
Sementara di Washington DC, para anggota kedua majelis Kongres Amerika pada Kamis Rabu 26 April 2017 mendapat briefing luar biasa rahasia dari pemerintah.
Pada kesempatan itu mereka boleh bertanya pada tim Keamanan Nasional tentang "pilihan yang terbuka untuk menyingkirkan ancaman dari Korea Utara."
Seorang pejabat senior menggambarkan ancaman yang ditimbulkan oleh rezim Kim Jong-un yang brutal dan tidak dapat diramalkan sebagai "sangat gawat".
Sebanyak 100 senator hadir di auditorium Gedung Eksekutif yang berdampingan dengan Gedung Putih mendengarkan briefing yang dipimpin oleh Menteri Pertahanan Jim Mattis, Menteri Luar Negeri Rex Tillerson, direktur badan intelijen nasional Dan Coats dan ketua Gabungan Kepala Staf Jenderal Joseph Dunford.
Dunia masih harap-harap cemas, menanti apakah Donald Trump akan mewujudkan janjinya menyerang Korea Utara.